Definition List

Diabetes Mellitus Pada Anak Meningkat, Keamanan Pangan Dipertanyakan


Oleh: Rut Sri Wahyuningsih|Institut Literasi dan Peradaban


Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Muhammad Faizi, mengatakan kejadian diabetes mellitus pada anak makin meningkat, baik itu di dunia maupun Indonesia. Di Indonesia sebanyak 1.645 anak mengidap diabetes mellitus tipe satu. 

Menurut Faizi, kasus diabetes mellitus tipe satu pada anak pun meningkat sebanyak 70 kali lipat sejak tahun 2010 hingga 2023. Pada tahun 2010 prevalensi kasus diabetes mellitus terhadap anak di Indonesia hanya 0,028 per 100 ribu jiwa. Kemudian, pada tahun 2023 prevalensi kasus diabetes melitus menjadi 2 per 100 ribu jiwa. “Ini hanya laporan dari 13 kota, tentu Indonesia luas sekali jadi lebih banyak lagi. Ini peningkatan dari 2010 sampai 2023 saja. Kalau kita hitung 70 kali lipat itu. Tapi sebenarnya riilnya itu lebih besar,” ungkapnya (voaindonesia.com, 1/2/2023).

Ketua Umum IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, menjelaskan pola makan sangat berkaitan erat dengan penyakit diabetes mellitus pada anak. “Apabila makanan seorang anak dari awal mula yaitu sudah selalu tinggi karbohidrat, gula, dan minyak. Ini yang menjadi cikal bakal musibah (diabetes) seluruh dunia. Karena kalau anak-anak kita diberi makanan berupa snack-snack junk food. Gula darah mereka cepat naik kemudian turun drastis. Mereka lapar lagi, makan yang seperti itu terus menerus sehingga insulinnya akan diproduksi secara terus-terusan,” jelasnya.

Piprim pun menyarankan agar anak-anak mengutamakan mengonsumsi protein hewani untuk mencegah terjadinya diabetes mellitus. “Karena kalau anak-anak kita diberi makanan sehat berupa protein hewani dan sayur-sayuran hijau. Ini kenyangnya lama jadi mereka tidak akan kalap makan terus snack-snack. Protein hewani itu mengenyangkan,” ucapnya. Selain pola makan, gaya hidup yang lain terhadap anak seperti sering menggunakan gadget turut memicu penyakit diabetes mellitus.

Kesehatan Rakyat Memburuk, Minimnya Peran Negara

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit akibat gangguan metabolisme karbohidrat yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah dalam waktu yang kronis. Data yang diperoleh IDAI sangat meresahkan, sebab anak rentang usia 0-4 tahun saja sudah ada 19 persen yang mengidap diabetes.  5-9 tahun: 31,05 persen, 10-14 tahun: 46,23 persen, di atas usia 14 tahun: 3 persen, data ini menurut Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Muhammad Faizi, SpA (K) bisa jadi lebih banyak lagi. 

Seperti biasa, persoalan data di negeri ini selalu memunculkan fenomena gunung es, kecil di permukaan, besar di dasar.  Peningkatan jumlah penderita Diabetes pada anak  hingga 70 kali lipat disinyalir efek dari konsumsi makanan yang tidak sehat. Tak bisa dipungkiri, pasca pandemi, saat pembatasan pergerakan masyarakat tidak lagi di batasi, saat bersamaan gelombang PHK menghantam negeri ini banyak kepala keluarga yang tidak lagi bekerja. Lapangan pekerjaan pun semakin sulit, kalaulah ada sudah dimasuki oleh tenaga kerja asing. Untuk sekadar jadi buruh saja masih harus berebut dengan ribuan pencari kerja lainnya. 

UMKM memang digalakkan, didorong, dibantu dana dan difasilitasi pinjaman lunak, bahkan digadang-gadang sebagai tulang punggung ekonomi, namun tetap saja, tidak setiap orang mampu, tidak setiap orang memiliki jiwa bisnis. Dan UMKM hanya bekerja di ranah remah, sementara pokoknya, seperti sumber daya alam yang sesuai amanat UUD 1945 adalah milik rakyat sudah dibagi-bagi penguasa kepada asing dengan alasan investasi. Asing, semisal Cina tak mau tanggung-tanggung, investasi tak cukup perjanjian hitam di atas putih untuk eksplorasi, namun sepaket dengan mesin, operator dan sumber daya manusianya. Mereka juga menghadapi over populasi sehingga butuh mengambil kebijakan “paket”

Pola makan tak sehat ini bukan  sekadar tren, atau pura-pura tidak tahu.  Namun guna menutup biaya hidup yang mahal, makan seadanya asal kenyang. Daripada mati konyol karena kelaparan, sebab jika sakit pun biaya kesehatan mahal, ada pelayanan jaminan kesehatan, namun sistemnya asuransi, sakit tidak sakit tetap bayar, telat dikenai denda atau pinalti. Ironinya ,jumlah klaim terbatas, sesuai kelas premi . 

Jika para pesohor negeri ini mempertontonkan gaya hidup dan pola makan mereka yang sehat, vegetarian, rendah lemak dengan bahan-bahan organik, tidak bagi rakyat kebanyakan. Sebab itu mahal, sementara tidak semua hidup dalam keadaan bergelimang harta. Negara samasekali tidak fokus pada pemerataan bahan pangan murah, halal dan toyyibah, hati mereka seolah terpaut jauh dengan rakyat, tersebab mereka masih bisa menikmati makan mewah meski rakyat berdarah-darah untuk memperoleh sesuap nasi. 

Sempitnya lapangan pekerjaan sangat mempengaruhi buruknya pola makan rakyat dari hari ke hari. Sementara di sisi lain, ada yang mampu menggelar pesta meriah dengan berbagai macam makanan, kesenjangan ini adalah hasil penerapan sistem kapitalisme. Sistem yang mendewakan materi tanpa peduli darimana datangnya materi itu apakah dari jalan halal atau haram. Selama seseorang itu memiliki akses untuk menguasainya, maka akan dikuasai meskipun harta itu milik umum. 

Lantas dimana peran negara? Kapitalisme menjadikan pemerintah hanya sebagai pihak pembuat kebijakan saja, perannya diminimalisir sebagai bentuk memandirikan rakyat. Subsidi yang dianggap sebagai “kebaikan dan pelayanan” negara seringkali dicabut lebih sini dengan kalimat tak tepat sasaran. Padahal, lemahnya ketahanan pangan sangat berbahaya, akan berimbas pada ketahanan negara. Mewujudkan bahan pangan murah, sehingga rakyat bisa mengelola makanan yang sehat dan bergizi seimbang adalah kewajiban negaranas

Nyatanya, jangankan ketahanan pangan,  negara juga  abai dalam mewujudkan keamanan pangan bagi rakyatnya. Kasus sertifikasi halal yang memunculkan polemik karena selain rumit juga berbiaya mahal pun sebagai bukti bahwa negara tidak benar-benar  serius melayani rakyat . Sehingga wajar jika pola makan rakyat pun tak sehat.  Tingginya kemiskinan juga makin menambah besarnya kesalahan dalam pola makan.  Di sisi lain, terbatasnya modal karena kemiskinan membuat para pedagang menggunakan bahan yang murah meski berbahaya, dalam berdagang. Keserakahan manusia juga mengakibatkan industri makanan abai terhadap syarat kesehatan demi mendapatkan keuntungan yang besar.  

Islam menentukan makanan yang dikonsumsi harus Halal dan thayyib. 

Oleh karena itu, negara  Islam, yaitu negara berdasarkan syariat Islam, atau disebut juga Daulah Khilafah memberikan jaminan perlindungan atas terpenuhinya kebutuhan makanan yang halal dan Thaayyib bagi rakyatnya. Dari sejak proses produksi, distribusi hingga konsumsi negara hadir mengawasi, mengontrol dan memberikan support maksimal bagi para pelaku produksi, seperti petani, nelayan, pedagang dan lainnya. 

Negara akan memberikan pendidikan khusus jika dibutuhkan selain penyusunan kurikulum pendidikan di sekolah agar muncul generasi unggul canggih sain teknologi dan memiliki kepribadian Islam sehingga ikut berkontribusi pada kebutuhan rakyat. Negara juga akan memberikan modal, baik bergerak maupun tidak agar rakyat mampu berkreasi menafkahi keluarganya. Artinya, semua berbasis pada kegiatan ibadah, sebab mencari nafkah adalah ketetapan syariat bagi kaum pria, dengan memudahkan artinya negara juga turut menjadikan ibadah seseorang lebih mudah. Dari sisi distribusi atau perdagangan juga akan melarang dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku pedagang yang melanggar syariat, termasuk ketika menjual barang yang diharamkan syariat. Semua barang harus halalan thoyyiba, bukan sekadar bisa kenyang. 

Kondisi ini tak akan bisa terwujud selama sistemnya masih menggunakan kapitalisme, bak air dan minyak tak mungkin bersatu. Pasti akan saling bertentangan, kapitalisme memaknai kebahagiaan adalah materi sedang Islam memandang bahagia adalah ketaatan kepada Sang Khalik yang telah menciptakan segala sesuatu sekaligus mencukupkan Rizki bagi siapa saja. Allah SWT  berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah” (Q.S. al-Baqarah [2]: 172).

Jelas kita akan dicukupkan dengan Rizki yang halal toyyiba, sebab Allah telah menyediakannya di alam dalam kadar yang lebih dari cukup, namun akan hancur jika salah dalam mengelola, hari inilah buktinya. Maka, menjadi kewajiban kita kaum Muslim untuk berusaha menjalankan perintah Allah dalam ayat tersebut, artinya dengan menerapkan syariat Kaffah agar berkah dan sejahtera. Wallahu a’lam bish showab. 


Post a Comment

Previous Post Next Post