Oleh : Nita Fadilah |Pendidik Generasi
Akhir-akhir ini gencar pemberitaan tentang pemerintah yang akan menaikkan biaya ibadah haji, dan ini sudah dibicarakan dengan DPR. Pemerintah melalui Kementerian Agama, mengusulkan kenaikan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang harus dibayarkan oleh calon jemaah haji jadi sebesar Rp69 juta. Tahun ini pemerintah mengusulkan rata-rata BPIH per jemaah sebesar Rp98.893.909, ini naik sekitar Rp514 ribu dengan komposisi Bipih Rp69.193.733 dan nilai manfaat sebesar Rp29.700.175 juta atau 30 persen," kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks MPR/DPR, Senayan Jakarta, Kamis (19/1).
Artinya, biaya haji tahun ini melonjak hampir dua kali lipat tahun lalu yang hanya sebesar Rp39,8 juta. Ongkos ini juga lebih tinggi dibandingkan 2018 sampai 2020 lalu yang ditetapkan hanya Rp35 juta. Pada saat yang sama justru Arab Saudi menurunkan biaya asuransi umrah dan haji tahun 2023 ini sebesar 73% (sumber.cnnindonesia.com20/01/2023)
Kenaikan biaya ini tentu menimbulkan pertanyaan akan komitmen negara memudahkan ibadah rakyatnya yang mayoritas muslim. Di tengah kesulitan ekonomi, negara seharusnya memfaasilitasi rakyat agar lebih mudah beribadah. Kenaikan biaya justru menimbulkan dugaan adanya kapitalisasi ibadah, di mana negara mencari keuntungan dari dana haji rakyat.
Dengan mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya harusnya pemerintah memberikan kemudahan juga biaya yang murah, apalagi di tengah kesulitan ekonomi seperti saat ini. Negara seharusnya memudahkan ibadah rakyatnya yang mayoritas muslim karena setiap muslim pada dasar nya ingin menunaikan ibadah haji. Untuk melaksanakan ibadah yang merupakan bentuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa ta a'la, bukan malah menjadi beban muslim yang ingin menjalankan ibadah menjadi dipersulit dengan besarnya biaya ke tanah suci. Islam tidak mempersulit umat nya apalagi dalam perkara ibadah.
Akibat sistem kapitalisme yang saat ini berkuasa, berorientasi pada materi dalam setiap kebijakannya menjadikan ibadah haji sebagai ladang bisnis untuk kepentingan penguasa. Nampak pelayanan penguasa kapitalisme dalam mengurusi ibadah kaum muslim malah menganggap ibadah haji hanya sebatas ritual semata dan memanfaatkan makin banyak kuota jemaah haji makin banyak mencari keuntungan dari dana haji.
Sungguh berbeda pengaturan ibadah haji di bawah naungan sistem pemerintahan Islamh. Negara akan mempermudah rakyat dalam menjalankan ibadah haji dan memberikan fasilitas terbaik untuk para tamu Allah. Setiap kebijakan mereka senantiasa di upayakan untuk mempermudah umat dalam menjalankan ibadah dan memberikan fasilitas terbaik untuk para muslim yang ingin menjalankan perintah Allah Subhanahu wa ta 'ala yang tidak akan pernah bisa diwujudkan dalam sistem kapitalisme saat ini Diantara bukti nyata dengan sistim pemerintahan Islam dalam menjaga betul pelaksanaan syariat Islam tiap warga negaranya. Ibadah haji sebagai bagian dari rukun Islam tentu menjadi prioritas yang akan dijaga pelaksanaannya oleh negara.
Negara akan melakukan upaya maksimal untuk memastikan terlaksananya kewajiban ibadah haji, jika pun ada hambatan terkait pemberangkatan jemaah haji negara akan berusaha menghilangkan hambatan tersebut. Terlihat pada kebijakan Sultan Abdul Hamid II seorang khalifah Ustmaniyyah beliau membangun sarana transportasi massal, jalur kereta api dari Istanbul, Demaskus, hingga ke Madinah untuk mengangkut jemaah haji. Dengan sistem Islam ibadah menjadi mudah karena berorientasi untuk mencari rida Allah Subhanahu wa ta a'ala semata.
Wallahu a'lam bishshawab
Post a Comment