Oleh : Arista Yuristania |Aktivis Muslimah
Masa kanak-kanak merupakan masa emas (golden age), di mana seharusnya anak-anak itu merasakan indahnya masa bermain, belajar dan menjadikan masa kanak-kanak itu sebagai momen yang bahagia dan tidak terlupakan seumur hidupnya.
Sayangnya hal itu tidak terjadi pada bocah Taman Kanak-kanak (TK) di Mojokerto. Dia telah menjadi korban perkosaan tiga anak Sekolah Dasar (SD), korban tersebut diperlakukan tak senonoh secara bergiliran. Kasus tersebut sedang dalam proses penyelidikan, terduga pelaku merupakan tetangga korban dan juga teman sepermainan. Pihak orangtua baru mengetahui kejadian tersebut dari pengasuh korban. Dikutip dari Liputan6.com (20/01/2023).
“Kami turut prihatin dan sangat menyesalkan kasus kekerasan seksual yang terjadi di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Tidak hanya korban, tetapi ketiga pelaku juga masih berusia anak, yaitu 8 tahun. Kami mendapatkan laporan bahwa perbuatan para pelaku sudah sejak tahun 2022 dan sekitar 5 kali. Kami masih terus memantau dengan dinas pengampu isu perempaun dan anak di daerah sekaligus mencari tahu latar belakang kejadian tersebut. Kami menghargai pengasuh korban yang melaporkan keluhan korban dan gerak cepat dari orang tua korban yang segera melaporkan kasus ini ke Polres Kabupaten Mojokerto dan P2TP2A Kabupaten Mojokerto,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, di Jakarta (20/1).
Terkait penanganan hukumnya, Nahar mendorong aparat penegak hukum untuk memperhatikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, mengingat pelaku masih berusia di bawah 12 tahun. “Saat ini, proses hukum masih dalam tahap penyelidian di Kepolisian Resor (Polres) Kabupaten Mojokerto. Tim layanan SAPA, UPTD PPA Jawa Timur, dan P2TP2A Kabupaten Mojokerto terus berkoordinasi dalam upaya perlindungan korban anak, 3 pelaku anak, dan saksi anak, termasuk mendalami motif dan penyebab terjadinya kasus ini,” ujar Nahar. Dikutip dari liputan6.com (20/1/2023)
Berkaca dari kasus ini, bagi orangtua, keluarga dan masyarakat menjadi pengingat bahwa kekerasan seksual bisa terjadi kepada siapa saja, tanpa mengenal usia, waktu dan tempat. Potret horor perilaku generasi saat ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang keliru mengenai pengaturan sistem tatanan masyarakat sehingga sampai sekarang kasus seperti ini belum juga tuntas. Disinilah pentingnya kita melihat akar masalah yang ada, di mana kita menyaksikan ada banyak sekali permasalahan yang belum tersentuh oleh sistem yang ada di negeri ini.
Kasus ini tidak lepas dari penerapan sistem sekuler, yaitu sebuah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Inilah yang mengakibatkan persoalan mendasar kenapa kasus ini tidak pernah tuntas. Sistem ini mampu membuat seseorang semakin jauh dari pemahaman agamanya yang lurus. Sistem ini membuat akidah menjadi dipahami dengan dangkal, dia hanya sekedar teori bukan lagi sebuah hukum yang harus di terapkan.
Berbeda dengan sistem Islam di mana sistem ini bersumber dari Wahyu Allah yaitu, Alquran dan as-sunnah, jauh dari campur tangan manusia. Dalam Islam negara berkewajiban untuk menjaga akidah, mengatur pergaulan dan pendidikan. Negara juga harus bisa memblokir situs-situs yang dianggap membahayakan dan merusak sehingga informasi yang didapat hanya seputar untuk kemaslahatan umat saja.
Penerapan sistem Islam kaffah akan meminimalisir faktor-faktor yang bisa memicu terjadinya kekerasan seksual maupun penyimpangan seksual. Jika pun nanti ada yang melanggar, maka sistem uqubat Islam akan menjadi benteng yang bisa melindungi masyarakat. Yaitu, dengan sanksi hukum yang berat, yang bisa memberi efek jera bagi sang pelaku. Sehingga, tidak akan ada lagi orang yang melakukan kejahatan serupa.
Penanganan kasus kekerasan seksual tidak bisa dilakukan secara parsial. Melainkan, harus dilakukan secara ideologis. Yaitu, dengan penerapan hukum syariat Islam kaffah oleh negara. Secara mendasar, syariat Islam mengharuskan negara senantiasa menanamkan akidah Islam dan membangun ketakwaan pada setiap individu masyarakat. Sehingga, degan otomatis setiap keluarga juga akan menanamkan nilai-nilai agama tentang pergaulan. Bagaimana menjaga pandangan (gadhul bashar), maupun cara berinteraksi dengan lawan jenis. Negara pun berkewajiban menanamkan dan memahamkan nilai-nilai norma, moral, budaya, pemikiran, dan sistem Islam.
Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan negara dalam mengurus rakyatnya terutama dalam sistem pendidikan yang memisahkan agama di kehidupan sebagai asas negara. Islam mengharamkan segala bentuk kekerasan dan penindasan termasuk kejahatan seksual.
Islam mengatur segala bentuk perbuatan yang dilakukan oleh manusia termasuk juga dalam hal pergaulan laki-laki dan perempuan. Misalnya, perintah menundukkan pandangan bagi laki-laki (QS An-Nur; 30) dan perempuan (QS An-Nur; 31). Larangan berduaan dan campur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa hajat syar'i. Rasulullah SAW bersabda, “Seseorang mendidik anaknya itu lebih baik baginya dari pada ia menshadaqahkan (setiap hari) satu sha.” (HR At-Tirmidzi)
"Seorang laki-laki tidak boleh berduaan dengan seorang perempuan kecuali wanita tersebut bersama mahramnya " (HR Muslim)
Peraturan tersebut seharusnya sudah mulai diterapkan dari usia dini, penerapan akidah Islam dan menjadikannya sebagai asas atau landasan dasar yang mampu mencegah dan menyelesaikan persoalan ini.
Masya Allah, betapa sempurnanya Islam sebagai suatu sistem kehidupan titik tentu saja jika penerapan Islam benar-benar dilakukan dalam kehidupan, maka anak-anak akan terjaga dan terjamin keselamatannya. Insyaallah.
Wallahualam bishawab
Post a Comment