Oleh: Ummu Faza
Lagi-lagi keselamatan rakyat di negeri ini dipertaruhkan. Warga yang tinggal di sekitar Depo Plumpang, Koja, Jakarta Utara, menjadi korban ledakan kebakaran. Sedikitnya 17 orang meninggal dunia dan puluhan lainnya mengalami luka bakar dalam insiden kebakaran ini.
Jumlah tersebut berdasarkan data yang dipublikasikan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) pada Sabtu (04/03) dini hari, dan diulangi oleh Wakil Presiden, Ma'ruf Amin, ketika berkunjung ke lokasi. (bbc.com)
Sebetulnya, peristiwa ini banyak memakan korban karena wilayah yang seharusnya tidak menjadi tempat hunian warga, dibiarkan terus berkembang dan dilegalisasi dengan pevmbentukan RT, RW dan pemberian KTP. Masalah makin rumit ketika kawasan sekitar Depo Plumpang yang berkembang menjadi pemukiman kumuh dan tidak tertata, justru difasilitasi air, jalan dan listrik. Tidak heran, kesalahan terbesar dari peristiwa kebakaran Depo Plumpang adalah zona yang seharusnya dilindungi dari pemukiman, tetapi terjadi berbagai pelanggaran fungsi kawasan.
Musibah ini menunjukkan adanya kesalahan tata kelola kependudukan, juga menunjukkan abainya negara terhadap keselamatan rakyat. Apalagi sebelumnya juga pernah terjadi kebakaran di tempat tersebut. Bahaya yang mengancam keselamatan rakyat nyata-nyata diabaikan oleh negara.
Sisi lainnya fakta tersebut menunjukkan abainya negara dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal, sehingga tetap tinggal di tempat yang berbahaya. Padah, selain sandang dan pangan, papan merupakan kebutuhan pokok yang seharusnya dijamin oleh negara.
Inilah potret penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Rakyat kesulitan memperoleh tempat tinggal yang layak dan aman. Akhirnya mereka tetap memilih tinggal di daerah yang berbahaya. Walaupun itu membahayakan jiwa mereka. Jika ada wilayah yang layak, maka investor pasti membangunnya menjadi apartemen dengan harga yang sulit dijangkau.
Berbeda halnya dengan sistem Islam. Keselamatan rakyat adalah hal utama. Dan penguasa adalah pihak yang diberi tanggung jawab untuk menjaga keselamatan rakyat. Maka penguasa akan tepat dan teliti dalam merencanakan penataan wilayah dan peruntukannya. Sebagaimana saat akan membangun, bukan semata berfokus pada kawasan industri dan pemukiman. Ada kawasan yang juga harus diperhatikan fungsi ekologisnya sehingga musibah kecelakaan maupun bencana alam beserta dampaknya bisa diminimalkan.
Dititik inilah pentingnya aspek ideologis untuk menjadi arah pandang dalam pembangunan infrastruktur dan perencanaan tata ruang/kota. Kapitalisme jelas mandul solusi karena jumlah artefak kapitalisasi di Jakarta sudah lebih dari cukup untuk kita saksikan. Sungguh, hendaklah kita berkiblat pada penerapan ideologi Islam dalam rangka merencanakan tata ruang/kota.
Demikian pula negara dalam Islam akan memperhatikan dan menata wilayah untuk pemukiman warga, dengan berbagai kebijakan atas tanah seperti kebijakan atas tanah mati, tanah yang selama 3 tahun tidak dikelola dan lainnya. Semua akan dikelola sebaik mungkin oleh Kholifah. Karena pertanggungjawabannya bukan hanya kepada rakyat yang dipimpinnya akan tetapi juga kepada Allah Subhanahu Wata'ala sebagai pencipta dan pengatur alam semesta.
Wallahua'lambisshawab
Post a Comment