Oleh : Sumiyah Umi Hanifah
Member AMK dan Pemerhati Kebijakan Publik
"Rakyat Sehat Negara Kuat", slogan ini sepertinya masih sebatas angan-angan, atau dengan kata lain, masih jauh dari kenyataan. Pasalnya, masih banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang belum terselesaikan oleh pemerintah Indonesia. Salah satunya berasal dari dunia kesehatan kita.
Kasus penyebaran penyakit menular, "Tuberkulosis" atau yang lebih dikenal dengan istilah "TBC", kembali mencuat di permukaan. Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dari global TBC Report (GTR) Tahun 2022, Indonesia berada di peringkat kedua penderita TBC terbanyak di dunia, setelah India. Fakta miris ini seharusnya membuat kita semua makin waspada. Mengingat, penyakit yang disebabkan karena infeksi bakteri "Mycobacterium Tuberkulosis" ini merupakan salah satu jenis penyakit yang dapat menyebabkan kematian.
Di kota Cimahi, Jawa Barat, telah ditemukan sebanyak 4.294 kasus penyebaran penyakit TBC. Angka tersebut meningkat 106 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini disampaikan oleh Pejabat Walikota Cimahi, Dikdik S. Nugrahawan, pada acara Peringatan Hari TBC Sedunia, Tingkat kota Cimahi Tahun 2023. Beliau mengimbau agar semua pihak bahu-membahu dalam mengatasi permasalahan ini. Menurutnya perlu adanya program Harmonisasi kepentingan jabatan lintas sektor, dalam rangka menyinergikan upaya yang mendukung proses eliminasi TBC dan penurunan prevalensi "stunting", "katanya. (pikiranrakyat.com, 15/3/2023).
Angka penyebaran penyakit TBC ini melonjak sangat signifikan, termasuk yang menyerang pada anak-anak. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes, Imam Pambudi, mencatat bahwa pada tahun 2021 ada sebanyak 42.187 kasus dan tahun 2022 terdapat 100.726 kasus. Angkanya terus naik sampai hampir lebih dari 200 persen. Hingga bulan Maret 2023, kurang lebih terdapat 18.144 anak yang terinfeksi penyakit TBC. (cnnindonesia.com, Sabtu, 18/3/2023).
Banyak pihak menilai, langkah antisipasi dari pemerintah dalam mengatasi kasus penyebaran penyakit TBC di Indonesia masih belum maksimal. Sebab, masih sebatas diskusi-diskusi atau imbauan-imbauan. Pemerintah kurang gencar dalam melakukan langkah praktis untuk menghentikan TBC dan penyakit menular lainnya. Padahal, pelayanan kesehatan adalah bagian dari tanggung-jawab pemerintah. Negara tidak boleh menganggap bahwa kesehatan rakyat adalah beban bagi negara. Faktanya, untuk menutupi kegagalan kinerjanya, para pejabat pemerintah sering mengumbar kata bahwasanya "Biaya kesehatan mahal" atau Badan Pengawasan Jaminan Sosial (BPJS) sedang defisit.
Inilah potret buruk dari sistem kapitalisme-liberalisme yang diterapkan di negeri ini. Negara seringkali tidak hadir ketika rakyat kecil sedang butuh pertolongan. Hak rakyat untuk mendapatkan layanan kesehatan yang memadai justru dirampas. Pemerintahan yang amanah tidak akan mengurangi biaya kesehatan rakyatnya. Sebab, nantinya mutu pelayanan kesehatan terhadap rakyat pasti akan berkurang. Sedangkan kita mengetahui bahwa dalam hal pelayanan medik, kualitas pelayanan adalah sesuatu yang tidak boleh ditawar-tawar. Sebab ini menyangkut masalah keselamatan nyawa manusia.
Seharusnya pemerintah menjamin seluruh kebutuhan pokok rakyatnya, pangan, papan, sandang, kesehatan, keamanan dan pendidikan. Dalam hal pelayanan kesehatan pemerintah kita membuat beberapa aturan yang tidak lazim. Yaitu, biaya pengobatan bagi masyarakat dipatok terlebih dahulu, baru kemudian kualitas pelayanan ditentukan, sesuai dengan limit anggaran yang tersedia.
Melonjaknya kasus penyebaran penyakit TBC di Indonesia, sejatinya mencerminkan buruknya upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah. Juga menggambarkan betapa buruknya higienis sanitasi masyarakat, rentannya daya tahan tubuh masyarakat, kegagalan pengobatan, rendahnya pengetahuan, dan lemahnya sistem kesehatan dan pendidikan di negeri ini. Fakta ini menunjukkan tingginya angka kemiskinan dan tingginya kasus "stunting" di masyarakat. Sebab, TBC ini tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan saja, namun berimbas pada sektor sosial, dan ekonomi masyarakat. Bahkan menurut menurut catatan WHO "Global TB Report", faktor kurang gizi (stunting) merupakan faktor risiko tertinggi pencetus TBC.
Slogan "Empat sehat lima sempurna" hanya sebatas wacana, sebab pada kenyataannya masih banyak rakyat miskin yang tidak mampu membeli makanan yang sehat dan bergizi. Alih-alih mewujudkan negara yang kuat, untuk mengatasi masalah kemiskinan saja negara masih kewalahan. Sebab, negara kita sudah tidak berdaya menghadapi oligarki. Yakni para pemilik modal yang telah menjebak negeri ini dengan utang ribawi.
Inilah watak asli demokrasi-kapitalisme sebuah sistem pemerintahan yang memiliki slogan Dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Namun pada faktanya kebijakan yang diambil seringkali tidak pro rakyat, malah lebih pro kepada oligarki. Negara yang menerapkan sistem kapitalisme-liberalisme berperan sebagai regulator, bukan pelayan rakyatnya. Sehingga kesehatan dan kesejahteraan rakyat seolah bukanlah prioritas utama.
Hal ini dapat kita lihat dari kebijakan negara ketika mencanangkan target penyusunan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Yaitu lebih banyak yang dialokasikan untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi dan industri, bukan memenuhi kebutuhan (hajat hidup) rakyat. Padahal, pembangunan manusia dimulai dari pemenuhan hak dasar atau pelayanan kesehatan yang memadai.
Dalam sistem pemerintahan Islam, seorang pemimpin negara bertanggungjawab atas seluruh urusan rakyatnya.
Sabda Rasulullah saw,
"Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyatnya. Ia bertanggungjawab atas rakyat yang dia urus. (H.R. Bukhari).
Berdasarkan keterangan ini, pemimpin negara memiliki kewajiban mengurus seluruh urusan rakyat. Termasuk mengurus dan menjamin pelayanan kesehatan yang memadai bagi rakyat secara cuma-cuma. Sedangkan sumber pendapatan negara berasal dari berbagai sektor. Salah satunya berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki negara. Dalam Islam SDA harus dikelola secara mandiri, sehingga hasilnya dapat dinikmati oleh rakyat.
Sistem pemerintahan Islam inilah yang layak diterapkan di negeri ini. Sebab merupakan aturan kehidupan yang diturunkan oleh Allah Swt. Sehingga mampu memecahkan segala permasalahan yang dihadapi oleh tiap individu, masyarakat dan negara. Termasuk dalam mengatasi permasalahan kesehatan, seperti dalam memberantas penyakit menular.
Wallahu a'lam bishawab.
Post a Comment