Oleh : Siti Elsyifa (Pemerhati Umat)
Seolah tak ada habisnya setiap hari pemberitaan tindak kejahatan selalu ‘baru’ menghiasi pemberitaan di media. Bahkan kejahatan semakin hari semakin brutal saja.
Pelakunya pun beragam dari orang tua hingga pemuda. Mirisnya lagi ketika kejahatan ini dilakukan oleh pelajar.
Tiga orang pelajar di Sukabumi, Jawa Barat, diamankan aparat kepolisian karena diduga membacok temannya hingga tewas. Ketiga pelaku berinisial DA (14), RA alias N (14), dan AAB alias U (14). Mirisnya peristiwa pembacokan ini ditayangkan secara live di Instagram. (detiknews, 24/3/2023).
Sementara itu tawuran berkedok perang sarung hampir terjadi di Kabupaten Sukabumi, tepatnya di Kecamatan Cibadak Sabtu (25/3/2023) dini hari. Rencana Lokasi tawuran berada di tiga titik yaitu Lapang Sekarwangi, Desa Karang tengah, dan Kampung Gaya Ika (Kelurahan Cibadak). Beruntung rencana itu dapat digagalkan, dengan dilakukan penyergapan.
Dari penyergapan tersebut aparat berhasil menyita sejumlah senjata tajam berupa celurit, pedang, stik golf, besi-besi, dan sarung. (Sukabumiupdate.com, 25/3/2023)
Rentetaan kasus pembunuhan dengan mutilasi pun menghiasi pemberitaan, diantaranya kasus mutilasi yang korbanya seorang wanita yang terjadi di Sleman, Yogyakarta. Diduga dilakukan oleh teman kencannya di sebuah kamar wisma daerah Sleman, Yogyakarta pada Minggu (19/03/2023) malam. Mirisnya tubuh korban di mutilasi hingga 65 bagian. (Viva.co.id, 27/3/2023).
Mencermati makin marak dan sadisnya kejahatan di tengah masyarakat, cendekiawan muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) memaparkan beberapa faktor penyebabnya.
Pertama, lumrahisasi kejahatan. Lumrahisasi ini terbentuk karena saking seringnya mendengar dan menyaksikan kejahatan ini.
Tidak bisa dipungkiri diera digital seperti hari ini, akses terhadap suatu informasi begitu cepat dan sangat mudah didapat bahkan dengan frekwensi yang sangat sering, jika ini berlangsung terus menerus, maka akan terbentuk pola pandangan yang menganggap suatu peristiswa itu mejadi sesuatu yang biasa atau lumrah.
Kedua, tidak adanya sanksi yang tegas yang dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku kejahatan tadi. Misalnya saja seorang pelaku pembunuhan hanya dikenai sanksi 15 tahun penjara, kemudian dipotong masa tahanan, setelah itu bebas lagi.
Ketiga adanya interitas personal, misalnya situasi ekonomi yang menekan dan pergaulan bebas yang mendorong seseorang melakukan kejahatan. Keempat kecenderungan seseorang menjadikan kekerasan atau kejahatan sebagai jalan menyelesaikan persoalan. Hal ini bisa juga dipicu akibat ketidakpercayaan terhadap hukum.
Kejahatan juga bisa dipicu karena stress akibat ekonomi yang semakin sulit, mahalnya harga-harga kebutuhan pokok, biaya kesehatan dan sekolah yang tidak terjangkau menjadi potensi untuk menjadi sebuah tindak kejahatan.
Keberadaan geng motor juga harus menjadi perhatian serius pemerintah, mengingat aksi mereka sangat meresahkan dan membahayakan keamanan masyarakat. Tindak kejahatan ini bisa dikatakan kajahatan yang terorganisir karena dilakukan berkelompok dan tentu ini sangat berbahaya.
Seperti beberapa waktu yang lalu seorang petani bernama Kadir Dg Ngempo (50) di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, tewas diserang menggunakan anak panah oleh 29 anggota geng motor. Korban dibusur tepat di dada sebelah kirinya setelah menegur geng motor yang ugal-ugalan.
Korban yang saat itu sedang memindahkan gabah ke truk bersama dua rekannya, di busur tepat dibagian dada kirinya (detiksulsel, 31/03/2023).
Tidak bisa dipungkiri semua faktor di atas terjadi karena masyarakat hari ini hidup dalam tatanan Sekulerisme akut. Di mana agama tidak menjadi panduan dalam mengatur urusan masyarakat. Alhasil masyarakat termasuk dalam hal ini pemudanya tumbuh menjadi generasi yang lemah iman dan mudah terpancing berbuat kemaksiatan.
Derasnya informasi negatif seperti kekerasan, pornografi melalui media sosial juga bisa menjadi pemicu remaja dalam melakukan kejahatan. Butuhnya pengakuan terhadap eksistensi diri dari lingkungan pergaulan menjadikan mereka berbuat diluar nalar hanya untuk sebuah eksistensi. Kehidupan remaja yang sudah terpapar gaya hidup liberalis dan hedonis membuat mereka membuat konten yang membahayakan diri seperti konten menbrakan diri di truk dan konten gantung diri hanya demi meraih follower dan like.
Tentu kondisi ini harus diperbaiki. Pemuda sebagai asset suatu bangsa harus memiliki kualitas yang mulia akhlaknya. Tidak hanya cerdas tetapi juga keimanannya terjaga. Generasi yang tidak hanya pandai dalam teknologi, tetapi juga senantiasa mengaitkan keimanannya dalam setiap aktivitasnya. Jangan sampai bonus demografi yang akan di capai pada 2030 nanti justru menjadi bencana karena rusaknya pemuda harapan bangsa hari ini.
Ada tiga peran penting yang harus dioptimalkan dalam membentuk generasi yang unggul. Pertama peran keluarga dalam membina ketaqwaan individu. Keluarga muslim wajib menjadikan akidah islam sebagai asas dalam mendidik anak. Pendidikan dalam kelurga ini juga harus ditopang dengan pendidikan disekolah yang juga menerapkan akidah Islam sebagai asas kurikulumnya.
Kedua, kontrol sosial masyarakat melalui amar ma’ruf nahi munkar. Dengan saling mengingatkan akan mencegah tersebar luasnya kejahatan. Masyarakat dalam bingkai akidah Islam akan mudah untuk saling mengingatkan dan menasehati karena dorongan ketaqwaan yang tinggi.
Ketiga adalah peran Negara sebagai penopang kedua pilar di atas.
Negaralah yang akan menjadi benteng dalam berjalanya peran keluarga dan masyarakat dengan penerapan Islam yang kafah. Dimana dalam hal ini Negara akan mendukung sistem pendidikannya yang berbasis akidah Islam.
Negara juga akan berusaha memenuhi kebutuhan pokok rakyat, agar masyarakatnya tidak stress hingga masyarakat tidak terpicu untuk melakukan kemaksiatan. Negara akan menjaga keimanan warga negaranya dengan memblokir atau melarang peredaran konten-konten yang mengandung pornografi, kekerasan dan juga tegas menutup industri miras dan narkoba. Sanksi yang tegas juga akan diberikan bagi setiap pelanggar syariat.
Itulah gambaran sistem yang aman yang akan melahirkan generasi yang unggul. Sebagaimana dulu pernah terjadi ketika Sistem Islam ini diterapkan. Banyak lahir generasi emas pada zamannya. Di mana tidak hanya pandai ilmu saint tapi juga mumpuni dalam ilmu agama. Setiap karyanya tidak lekang oleh zaman, bahkan menjadi inpirasi inspirasi ilmuwan Barat.
Solusi paripurna hanyalah dengan Sistem Islam di mana penerapannya akan menjadikan keberkahan tidak hanya di dunia tapi juga di akirat.
Waallahua'lam bishshawab
Post a Comment