Oleh : Dewi Humaira
Pemerhati Umat
Kencingi sumur zam zam maka kamu akan terkenal. Sebuah istilah yang menunjukan seseorang yang mencari ketenaran dengan melakukan sesuatu yang aneh-aneh, yang cenderung melawan kebiasaan umum atau tidak biasa dilakukan orang banyak. Karena targetnya memancing perhatian publik supaya terkenal.
Mungkin istilah di atas bisa untuk menggambarkan kejadian yang membuat geger dunia maya baru-baru ini. Dengan viralnya konten seorang selebgram asal Jakarta yang memakan babi dengan mengucap basmalah.
Konten selebgram tersebut sukses viral, namun kecaman pun datang dari berbagai kalangan masyarakat, tak terkecuali dari para pemuka agama. Karena ia adalah seorang muslim. Dalam aturan Islam sudah jelas bahwa seorang muslim tidak diperbolehkan memakan daging babi. Dan kontennya dinilai menistakan agama.
Media sosial menjadi media yang banyak digemari saat ini, dari anak hingga orang dewasa menggunakannya. Untuk menjadi terkenal saat ini tidak sesulit zaman dulu. Kalau dahulu untuk menjadi terkenal butuh proses yang panjang dari harus punya bakat, koneksi dan lainnya. Sedang sekarang cukup buat konten yang sensasional, lalu viral dan terkenal.
Dalam sistem yang serba bebas saat ini, seseorang terkadang tidak bisa jernih dalam berpikir. Membuat konten bebas sesuka hati tidak memperdulikan akibatnya, apakah konten yang dibuat itu sesuai dengan norma dan etika ataukah tidak, yang ada dibenaknya bagaimana kontennya viral, menjadi terkenal dan mendapatkan banyak uang.
Kebebasan ini muncul dari paham Liberalisme yang dianut oleh Barat. Yaitu paham yang membebaskan seseorang untuk berbuat sesuka hatinya tanpa ada aturan yang mengikatnya. Landasan kebebasannya yaitu Sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Jadi wajar jika dalam sistem ini ada orang yang beranggapan bebas mengekspresikan apapun asal tidak merugikan orang lain.
Inilah yang menyebabkan para remaja banyak yang terjebak dalam gaya hidup bebas. Apalagi kalau mereka jauh dari pemikiran Islam, akan beranggapan bahwa apa saja yang mereka lakukan itu benar dan merupakan salah satu bentuk dari kreatifitas dan kebebasan berekspresi.
Munculnya para kreator konten yang memiliki ide serba bebas ini dilatarbelakangi oleh kehidupannya mereka sejak kecil. Tempat ia dididik dan dibesarkan, lingkungan sekolah dan aktivitas kesehariannya. Tentu saja ini akan memengaruhi kepribadiannya di masa yang akan datang. Oleh karenanya, penistaan agama seperti ini bukan hanya kesalahan individu saja, karena pelakunya sudah banyak dan menjadi masalah sistemis.
Bukti dari kerusakan sistemis yang dimaksud salah satunya adalah hilangnya peran keluarga yang menjadi benteng pertahanan pertama untuk membentengi anak-anaknya dari pemahaman yang salah. Kondisi ayah yang sibuk bekerja, ibu sibuk bekerja, ataupun keluarga yang tidak harmonis, membuat anak sulit untuk memahami tujuan hidupnya. Ketika berada di luar, anak akan mudah terpengaruh oleh pemahaman liberal yang tolok ukurnya materi.
Sistem hukum pun belum bisa membuat efek jera, terbukti dengan munculnya konten-konten yang dinilai menista agama dan terus berulang, walaupun banyak pengaduan dan kecaman dari masyarakat. Yang ditangani hanya beberapa saja. Kurikulum di sekolah pun belum bisa sepenuhnya mencetak generasi yang baik yang mampu membawa perubahan terhadap prilaku anak didiknya.
Dalam sistem kapitalis sekuler konten-konten tidak betmanfaat akan terus ada dan akan terus membuat kegaduhan, karena di sistem kapitalis ini menjujung tinggi nilai kebebasan dengan dalih kebebasan berekspresi.
Alhasil, dengan penerapan sistem Kapitalisme sekuler inilah telah memberi ruang kepada siapa pun untuk mengekpresikan perilakunya yang kadang menimbulkan kerugian di tengah umat. Tentu saja kondisi ini tidak bisa dibiarkan, remaja harus dipahamkan tentang bahaya paham kebebasan. Dan diselamatkan dari paham ini. Upaya yang bisa ditempuh agar remaja kembali kepada pemahaman yang benar antara lain:
Pertama, ketakwaan individu, remaja harus dipahamkan tentang pentingnya memiliki ketakwaan paham posisi manusia sebagai hamba Allah Swt yang harus tunduk pada aturan Penciptanya. Agar remaja bisa membedakan mana ekspresi yang bisa dituangkan dalam sebuah konten ataupun tidak. Pola asuh orang tua terhadap anak akan menentukan karakter anak kedepannya, anak yang didik sesuai pola asuh Islam akan menjadi anak yang bertanggung jawab terhadap dirinya dan akan berhati-hati dalam bertindak.
Kedua, peran masyarakat. Masyarakat alat kontrol efektif dalam mencegah kerusakan yang ada, masyarakat dalam Islam akan memiliki satu persepsi bahwa konten yang tidak bermanfaat itu tidak baik dan tidak layak untuk dipublikasikan, maka ketika ada remaja yang membuat konten tidak bermanfaat apalagi dinilai menista agama akan segera melaporkan ke pihak yang berwenang dan akan beramar makruf pada pelakunya.
Ketiga, peran negara. Negara mempunyai andil yang besar terhadap segala sesuatu yang terjadi di masyarakat, ketika ada konten yang merugikan salah satu agama, negara akan segera memberikan sanksi tegas yang akan membuat jera pelakunya. Dan akan membuat kebijakan dalam aturan penyiaran berita atau konten yang beredar di media. Agar tidak ada lagi remaja yang membuat konten tidak bermanfaat dan menistakan agama apapun.
Negara yang mengambil Islam sebagai asas jelas akan menjaga masyarakat dari terpengaruhnya paham Sekularisme, Liberalisme, dan Hedonisme. Tidak akan ada masyarakat yang membuat konten yang tidak bermanfaat.
Beginilah gambaran sistematis penyelesaian dalam Islam sehingga kejadian demi konten seorang muslim rela melanggar agama tentu tidak akan terjadi.
Waallahua'lam bishshawab.
Post a Comment