Oleh : Siti Rusmiati, S. Pd.
Praktisi Pendidikan
Masa muda adalah masa keemasannya manusia. Di masa ini manusia akan mencari jati dirinya, membuktikan eksistensi yang terdapat dalam dirinya. Di masa ini juga manusia berusaha meraih segala sesuatu yang diinginkannya dengan penuh gairah dan semangat yang bergejolak. Namun, semangat yang bergejolak harus diimbangi dengan kontrol dan pembinaan agar tidak terjerumus dalam keterpurukan bahkan mendatangkan masalah besar yang mengakibatkan masa muda menjadi suram.
Seperti hal nya fakta-fakta yang terjadi di sekitar kita, begitu banyak permasalahan yang ditokohi oleh para pemuda. Padahal pada masa ini Allah membekali manusia dengan berbagai keunggulan seperti usia yang muda, semangat yang membara, fisik yang kuat, pikiran yang cemerlang. Sudah seharusnya keunggulan tersebut dijadikan modal untuk membekali dan mempersiapkan diri dalam menghadapi masa tua.
Akan tetapi sangat disayangkan, lagi dan lagi jagat maya dihebohkan dengan pemberitaan yang membuat tercengang. Fenomena pembunuhan, kekerasan, dan tawuran telah terjadi di berbagai tempat, yang pelakunya adalah merupakan remaja pelajar yang masih aktif duduk di bangku sekolah.
Seperti dilansir Detik Jabar.com, jumat (24/03/2023)- Polisi menangkap tiga ABG diduga pelaku yang membacok siswa SMP berinisial ARSS (14) hingga tewas di Sukabumi, Jawa Barat. Tiga anak berhadapan dengan hukum itu ialah DA (14), RA alias N (14), dan AAB alias U (14). peristiwa pembacokan ini geger karena korban merupakan target kedua kali dan pembacokannya ditayangkan secara langsung via instragram
Fakta diatas adalah satu dari fakta-fakta kerusakan pemuda yang sudah banyak terjadi di depan mata. Jebakan-jebakan yang menjeratnya semakin nyata terindra. Lantas, bagaimana menyelematkan pemuda yang sudah berada di ujung tanduk ini? Siapa yang bertanggung jawab ‘mengulurkan tangan’ untuk selamatkan para pemuda muslim?
Pertama, keluarga. Sebagai wadah pertama pembentukan generasi berkualitas melalui ayah dan ibu. Sosok ayah di rumah ibarat kepala sekolah. Ia memimpin dan menentukan arah pendidikan bagi keluarganya. Tugasnya tak hanya mencari materi semata, tapi berkewajiban menjaga keluarganya dari api neraka. Ketiadaan peran dan figur ayah (father less), mengakibatkan anak-anaknya kehilangan arah. Begitu pula dengan sosok ibu sebagai guru pertama bagai anak-anaknya. Jika ibu juga disibukkan mencari nafkah, maka siapa lagi yang akan mendidik anak-anaknya di rumah? Walau tak dipungkiri, banyak para ibu yang sebenarnya ‘terpaksa keluar rumah’ karena tekanan hidup di sistem kapitalistik tak menjamin kebutuhan rumah tangganya.
Sosok kakek-nenek, om-tante, sepupu-keponakan dan saudara lainnya adalah bagian dari keluarga yang seharusnya turut menciptakan lingkungan kondusif bagi tumbuh kembang sang anak (pemuda). Jika lingkungan sekitar pemuda, terutama keluarganya terbiasa meninggalkan salat wajib, tak pernah mengkaji Islam, hobi melontarkan kalimat kotor, senang berbuat kasar, apakah mungkin terlahir pemuda saleh nan ideologis? Bagai pungguk merindukan bulan.
Kedua, sekolah, kampus atau pesantren. Di dalam sistem pendidikan Islam, tujuan utama pendidikan sekolah ialah membangun kepribadian Islam (syakhsiyyah Islam). Mencetak generasi yang tak hanya pola pikirnya saja yang Islam, tetapi pola sikapnya juga Islam. Bagaimana cara mendidiknya? Tentu dengan pembinaan yang khas. Tsaqofah yang disampaikanpun hanya tsaqofah Islam.
Berbanding terbalik dengan pendidikan sekolah di sistem kapitalis sekuler. Guru hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tidak membina muridnya dengan tsaqofah Islam. Yang terjadi kini, justru pendidikan agama porsinya hanya dua jam dalam seminggu, itu pun ada wacana untuk dihapuskan. Bagaimana bisa memperbaiki moral serta melahirkan generasi yang kokoh imannya jika pelajaran agamanya saja dipinggirkan?
Belum lagi orientasi pendidikan kapitalistik yang sangat berambisi menjadikan sekolah sebagai pabrik penghasil tenaga kerja yang menguntungkan bagi para kapitalis. Akhirnya, pendidikan hari ini hanya sebatas angka belaka, formalitas untuk melamar kerja. Bukan lagi sebagai pencetak generasi gemilang yang ber- syakhsiyyah Islam.
Ketiga, masyarakat. Masyarakat merupakan lingkungan tempat generasi itu tumbuh dan hidup bersama anggota masyarakat lainnya. Ketika masyarakatnya rusak, maka bukan hal yang mustahil generasi pemuda yang tumbuh di dalamnya juga akan rusak, begitu pula sebaliknya. Jika masyarakatnya Islami, maka yang akan terpancar adalah cahaya Islam. Maka, wajar saat Islam berjaya, penduduk non-muslim yang semula ‘rusak’ menjadi ‘sehat’. Semula tak mengimani Allah dan Rasul-Nya namun setelah masuk Islam, malah menjadi pembela agama-Nya.
Dalam pergaulannya di tengah masyarakat, pemuda juga sangat erat kaitannya dengan sahabat atau teman dekat. Jauh sebelumnya Nabi Muhammad saw. mengingatkan agar tak sembarang memilih sahabat. Beliau bersabda, “Seseorang itu bergantung pada agama sahabatnya, maka perhatikanlah salah seorang dari kamu kepada siapa dia bersahabat.” (HR. Abu Daud).
Maka, amat perlu memilah teman dekat terbaik bagi pemuda. Masyarakat juga merupakan sekolah besar bagi generasi. Mereka melihat dan meniru. Dampak kecanggihan teknologi, budaya dan gaya hidup Barat dan Korea yang nun jauh di sana, kini ada di depan mata. Maka, tak cukup hanya menyiapkan masyarakatnya saja.
Keempat, negara. Bicara pemuda maka bicara aset bangsa. Seyogyanya negara dengan sungguh-sungguh menyiapkan generasi pemuda yang tangguh. Bukan seperti pemuda saat ini yang lemah dan rapuh. Terlebih, Indonesia sejak tahun 2020 sudah memasuki bonus demografi, hingga puncaknya yaitu 2030. Sewajarnya negara tidak lagi memandang sebelah mata permasalahan pemuda.
Mengutip perkataan Prof. Dr. Ing Fahmi Amhar, “Bonus demografi hanya dapat diraih jika mereka yang saat ini masih usia anak-anak itu dapat diformat menjadi generasi emas, generasi bertakwa, sehat, cerdas, gemar bekerja keras dan dapat bersinergi”.
Namun, bagaimana bisa generasi khairu ummah itu terlahir, jika negeri ini masih saja mengadopsi sistem rusak dan cacat? Maka dari itu, perlu adanya negara yang menerapkan sistem aturan Islam secara keseluruhan. Agar visi misi para pemuda Islam sebagai calon pemimpin ada pada jalan yang benar.
Wallahu a’lam bishowab.
Post a Comment