Oleh : Dewi Kusuma
(Pemerhati Umat)
Heboh ditengah rakyat yang semakin sekarat, pemerintah mengeluarkan subsidi yang membuat miris di hati rakyat. Apakah pemerintah sudah tepat menggelontorkan subsidi untuk para pejabat? Sementara rakyat kesulitan untuk memenuhi hajat hidupnya.
Dikutip dari CNN Indonesia, 12/5/2023.
Sri Mulyani selaku menteri keuangan, menganggarkan Rp 996 juta per unit untuk pengadaan mobil listrik para pejabat dan Rp 28 juta untuk motor listrik PNS. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2023 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2024.
Adapun anggaran biaya kendaraan pejabat eselon I Rp 996 juta dan Rp 764 juta untuk eselon II. Hal ini belum termasuk ongkos kirim dan pengisian daya. (Jum'at 12/5/2023).
Angka yang sangat fantastis membuka mata terbelalak. Ditengah rakyat yang semakin terjepit. Lapangan pekerjaan sempit dan juga gelombang PHK yang terus melejit.
Anggaran subsidi inipun kurang tepat dialokasikan. Kebijakan subsidi ini membuktikan bahwa kebijakan tersebut tidak pro rakyat. Semestinya Para Pejabat negeri lebih utama memikirkan derita rakyat. Bukan malah pamer kebijakan yang membinasakan rakyat. Memikirkan kesejahteraan rakyat jauh lebih mulia daripada menganggarkan dana untuk membeli fasilitas mobil pejabat.
Inilah potret buruk wajah demokrasi. Mereka memanfaatkan rakyat hanya saat menginginkan suara rakyat untuk bisa mendapatkan kedudukan yang diinginkannya. Setelah berhasil menduduki kursi empunya merekapun lalai terhadap segala janji yang terucap saat pemilu.
Sementara fasilitas yang mereka gunakan semua dari uang rakyat yang dipungut lewat berbagai pajak. Dimana pajak dipakai sebagai sumber keuangan negara yang utama selain utang luar negeri.
Dalam Islam pajak adalah hal yang dipungut oleh negara disaat kas baitul mal kosong. Inipun hanya dipungut hanya dikalangan para orang-orang yang kaya raya. Tidak dipungut kepada seluruh warga negaranya.
Kepentingan rakyat akan diutamakan karena ini adalah tanggung jawab negara untuk mengayomi rakyatnya. Kepemimpinan inipun telah dicontohkan oleh Rasulullah saw saat beliau menjadi kepala negara di Madinah. Sejarah membuktikan Baginda Rasulullah saw mampu menguasai 2/3 dunia. Semua itu berkat menerapkan aturan Allah secara sempurna.
Rasulullah saw telah mencontohkan bagaimana beliau memerintah wilayahnya. Bagaimana beliau melakukan perluasan wilayah. Beliau pun mengutamakan kepentingan umat yang menjadi tanggung jawabnya.
Hal inipun diteruskan oleh para Khalifah yang memimpin negara selanjutnya. Para Khulafaur Rasyidin, para sahabat. Bahkan Khalifah Umar bin Khattab memikul gandum sendiri saat diketahui ada sebuah keluarga yang memasak batu karena tidak mempunyai persediaan makanan untuk dimakannya. Hal ini karena takutnya terhadap amanah yang di pegangnya.
"Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan benar dan melaksanakan tugas dengan baik." (HR Muslim)
Tugas sebagai seorang Pemimpin adalah suatu amanah yang akan dipertanggungjawabkan kelak dihadapan Allah. Kebijakan apapun itu akan diminta pertanggungjawabannya. Tidak ada satupun yang lepas dari perhitungannya disisi Allah.
Khalifah Umar bin Khattab pun sangat takut ketika ada seekor kuda yang terperosok di jalan raya.
Apa yang membedakan Umar bin Khattab dengan para pemimpin hari ini ? Ada prinsip yang tertanam di hati Umar sebagai bagian dari pancaran Akidah Islam, sebuah prinsip kepemimpinan yang dapat digambarkan dengan satu kalimat berikut; “Apa yang kelak kau katakan kepada Rabb-mu ?” Saat itu Umar pernah tidak menanggapi aduan seseorang yang memohon pertolongannya ketika masa kepemimpinannya, kemudian Umar menyadari kesalahannya lalu mengutuk dirinya sendiri, dan ia menanamkan satu kalimat ini di hatinya.
Tidak ada tampuk kepemimpinan yang terindah selain dilandasi dengan akidah Islam dalam jiwa setiap Penguasa. Amanah yang diembannya tidak akan diabaikannya demi meraih rida Allah. Aturan dan kebijakannya tidak akan lepas dari aturan Allah. Sehingga rakyat yang menjadi amanahnya akan teriayah dengan baik dan penuh tanggung jawab.
Wallahualam bishawwab
Post a Comment