Definition List

Lemahnya Sistem Hukum dalam Sistem Sekuler

pilarmanda.com


Oleh : Desi Rahmawati 

Ibu Rumah Tangga 


Sebagaimana dikutip dari jawapos.com Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyambut baik keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan grasi kepada terpidana mati kasus narkoba Merry Utami. Menurut ICJR, kebijakan ini merupakan grasi pertama yang diberikan Presiden Jokowi kepada terpidana mati kasus narkotika. 


Adhigama menjelaskan, berdasarkan pernyataan kuasa hukum Merry Utami, kliennya diberikan grasi oleh Presiden Jokowi pada Kamis, 24 Maret 2023 lalu. Keputusan Presiden No. 1/G/2023 ini mengubah pidana mati Merry Utami menjadi pidana seumur hidup. 


Grasi yang diberikan Presiden Jokowi ini menandakan langkah  memperbarui politik hukum pidana mati di Indonesia, yang juga selaras dengan KUHP baru serta pengajuan HAM dalam komitmen UPR ( Universal Periodic Review) ini. 


Pemberian grasi atas pidana mati narkoba yang sudah diajukan sejak tahun 2016 ini menuai kontroversi. Keputusan Presiden (Keppres) tersebut dikeluarkan melebihi jangka waktu yang diatur dalam pasal 11 ayat 3 UU Grasi, yaitu lebih dari enam tahun. Sementara itu Presiden menyatakan, bahwa pemberian atau penolakan grasi paling lama adalah tiga bulan sejak diterimanya pertimbangan MA.


Selain itu dikutip dari laman Yogyakarta, kompas.com menuliskan bahwa Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo memastikan akan menolak permohonan grasi yang diajukan oleh 64 terpidana mati kasus narkoba. Kepastian itu disampaikan Presiden Jokowi di hadapan civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dalam kuliah umum yang digelar di Balai Senat Gedung Pusat UGM, Selasa (9/12/2014).


Presiden Jokowi menegaskan, kesalahan itu sulit untuk dimaafkan karena mereka umumnya adalah para bandar besar yang demi keuntungan pribadi dan kelompoknya telah merusak masa depan generasi penerus bangsa.


Namun faktanya pernyataan pemerintah tidak sesuai dengan kenyataan. Presiden nyatanya memberikan grasi tersebut dengan alasan penetapan hukuman mati dianggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) yang masih digunakan di Indonesia sebagai salah satu sanksi. Sementara dunia internasional justru menolak hukuman mati.


Pemberian grasi atas pidana mati kasus narkoba ini membuat wajah hukum di Indonesia semakin lemah bagi para pengedar narkoba. Membuat mereka tidak jera dengan kejahatannya. Sebaliknya, bagi para pengedar menjadi lebih leluasa memasuki pasar perdagangan obat-obatan terlarang. Dampak buruknya adalah kehancuran bagi generasi penerus bangsa, karena barang haram tersebut tidak dapat dihindari. Narkoba dan sejenis obat-obatan terlarang lainnya menjadikan generasi lemah baik dari  sisi mental, akal dan akidahnya. Mendorong pelakunya mudah melakukan berbagai kemaksiatan sehingga jauh dari ketakwaan. 


Inilah wajah hukum demokrasi di Indonesia yang semakin nyata keburukannya. Proses hukumnya  berbelit-belit dan membawa ketidakpastian. Seperti yang terjadi saat ini. Meski dunia Internasional menolak hukuman mati, namun tentu bukan  lantas Indonesia mengikutinya. Seharusnya sebagai negara merdeka dan berdaulat, Indonesia memiliki ketegasan sendiri dalam masalah penetapan hukuman dan pihak luar dilarang ikut campur di dalamnya. 


Semua ini adalah dampak dari dijauhkannya aturan agama dari kehidupan sekulerisme yang menjadikan setiap hukumnya tidak mampu memberikan solusi dan efek jera bagi pelaku kejahatan, khususnya pelaku narkoba. Nampak jelas, bahwa hukum buatan manusia sarat dengan berbagai kepentingan, hawa nafsu, dan memiliki banyak kelemahan. 


Oleh karena itu dibutuhkan sistem hukum yang solutif dan memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan  narkoba, baik bagi pencandu, bagi pengedar, apalagi bagi bandar. Sistem hukum seperti ini hanya bisa kita dapatkan, jika kita menginduk kepada aturan Islam.


Syaikh Abdurrahman al-Maliki di dalam Nizhâm al-‘Uqûbât menyatakan, bahwa dalam hukum Islam tidak ada pemaafan atau pengurangan hukuman.  Jika vonis telah ditetapkan, maka hal tersebut mengikat bagi seluruh masyarakat. Tidak boleh dibatalkan, dihapus, diubah, diringankan, ataupun selainnya, selama vonis itu masih berada dalam koridor syariah.


Pelaksanaan hukuman yang dijatuhkan harus dilakukan secepatnya, tanpa jeda waktu lama dari waktu kejahatan dan dijatuhkannya vonis. Pelaksanaan hukuman pun hendaknya disaksikan oleh masyarakat, seperti dalam had zina. Dengan demikian masyarakat memahami, bahwa itulah sanksi atas kejahatan yang dilakukan. Dengan begitu setiap orang akan berpikir ribuan kali untuk melakukan kejahatan serupa. Kejahatan penyalahgunaan dan pengedaran narkoba pada akhirnya akan bisa diselesaikan tuntas melalui penerapan syariah Islam.


Masihkah kita berharap pada sistem hukum manusia yang lemah ini? Sementara bahaya nyata mengancam seluruh lapisan masyarakat, termasuk generasi. Karenanya upaya kita menyelamatkan kehidupan masyarakat adalah dengan kembali menegakkan hukum Islam dalam seluruh aspek kehidupan di dalam institusi negara. 


Wallahua’lam  Bishshawaab.

Post a Comment

Previous Post Next Post