Hipokrit |
Oleh : Rina Tresna Sari Spd.I
Pendidik Generasi Khoiru Ummah
Gelombang aksi protes besar-besaran terjadi di Prancis dalam sepekan terakhir. Hal ini dipicu oleh kematian seorang remaja 17 tahun keturunan Aljazair-Maroko bernama Nahel Marzouk yang ditembak polisi. Ricuh yang membara semakin meluas hingga Otoritas Prancis kerahkan puluhan ribu pasukan keamanan untuk mengatasi aksi-aksi protes yang terjadi selama empat hari berturut-turut itu (Detikcom,2-6-2023).
Prancis sebagai salah satu negara dengan rekam jejak islamofobia terburuk di dunia, karenanya kasus kematian Nahel Marzouk ini tentulah akan berimbas pada persoalan islamofobia. Prancis juga acap kali menjadikan status “muslim” sebagai sasaran rasisme dan diskriminasi oleh warga kulit putih.
Beragam kasus islamofobia begitu pekat di Prancis. Pelarangan hijab, misalnya, adalah narasi yang tidak kunjung usai terlontar di Prancis. Demikian juga dengan pelarangan burkini. Tentu saja salah satunya karena sudah menjadi rahasia umum, Presiden Prancis Emmanuel Macron sendiri adalah sosok anti Islam.
Demikian halnya, kita tidak bisa melepaskan kasus Nahel ini dari sejarah Prancis yang tidak lain adalah tempat lahirnya sekularisme melalui renaisans dan Revolusi Prancis pada masa lalu. Ide sekularisme saat ini telah mengglobal karena disebarkan ke seluruh dunia melalui imperialisasi fisik dan berbagai upaya perang pemikiran.
Sebuah studi pada 2020 dilakukan oleh harian Arab News yang bekerja sama dengan YouGov yaitu sebuah firma riset berbasis internet menunjukan hasil bahwa mayoritas muslim Prancis keturunan arab menderita citra buruk yang menempel selama bertahun-tahun. Hal ini sebagai salah satu bukti bahwa rasisme dan diskriminasi juga marak di Prancis.
Secuil contoh kasus di atas sekaligus menunjukkan kepada kita betapa hipokritnya HAM di Barat, khususnya kepada komunitas muslim. Selain Prancis, masih banyak negara Barat lain yang serupa. Ini jelas menambah pekat kemelut kehidupan bagi warga muslim di sana, selain adanya islamofobia, rasisme, dan diskriminasi.
Namun mirisnya pada saat yang sama, Barat menghalalkan dirinya untuk membombardir negeri-negeri muslim sehingga warga muslim terjajah di negerinya sendiri, bahkan mereka seolah tidak layak hidup di muka bumi ini. Barat juga tidak segan menyerang Islam dengan narasi intoleransi. Padahal pihak yang paling intoleran justru adalah Barat sendiri. Parahnya lagi, para penguasa negeri-negeri muslim justru mengaruskan moderasi beragama dengan dalih mengadang Islam radikal.
Fakta-fakta yang terjadi sesungguhnya hanyalah perbedaan wajah saja, intinya sama-sama upaya membenci dan meminggirkan Islam dari kehidupan. Dengan demikian, makin jelas bahwa ide HAM versi Barat memiliki standar ganda yang setiap saat dapat mereka gunakan untuk menyerang umat Islam.
Sungguh sangat disayangkan HAM yang konon selama ini digadang-gadang melindungi hak asasi manusia memberi harapan kosong untuk umat Islam. Umat Islam banyak menderita akibat kezaliman penguasa di tanah air mereka sendiri, tetapi harapan migrasi ke negeri Barat pun ternyata hanyalah khayalan semata. Sungguh, tertumpahnya darah seorang muslim tanpa alasan yang hak adalah sesuatu yang diharamkan oleh Islam.
Allah Ta’ala berfirman, “Oleh karena itu, Kami menetapkan atas Bani Israil bahwa barang siapa yang membunuh satu jiwa, bukan karena jiwa yang lain, atau karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka para rasul Kami dengan keterangan-keterangan yang jelas, kemudian sesungguhnya banyak di antara mereka sesudah itu melampaui batas di muka bumi.” (QS Al-Maidah [5]: 32).
Juga dalam ayat, “Siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS An-Nisaa’ [4]: 93).
Rasulullah saw. juga bersabda, “Tidak halal menumpahkan darah seorang muslim yang bersaksi tidak ada sesembahan (yang benar) selain Allah dan bersaksi bahwa aku (Muhammad) adalah Rasulullah, kecuali dengan salah satu dari tiga alasan, nyawa dibalas nyawa (kisas), seorang lelaki beristri yang berzina, serta orang yang memisahkan agama dan meninggalkan jemaah (murtad).” (HR Bukhari-Muslim).
Nasib miris kaum muslim yang hidup di negara-negara Barat semestinya menjadi pelajaran berharga bahwa tidaklah layak kaum muslim bernaung di bawah ideologi sekuler kapitalisme. Kondisi tersebut tentu saja berbeda ketika umat Islam hidup bernaung di bawah ideologi Islam. Aturan Islam memiliki peran untuk melindungi jiwa. Dalam Islam, jiwa manusia amat mahal harganya. Islam mewajibkan negara menghormati agama lain dan mewujudkan toleransi sesuai tuntunan Islam.
Wallahualam bissawab
Post a Comment