Pilarmabda.com |
Oleh: ummu dzikri
Investasi China di Indonesia terus meningkat dan pemerintah pun menyediakan berbagai macam kemudahan. Dilansir CNBC Indonesia- Kepulangan Presiden Joko Widodo dari China ke tanah air rupanya membuahkan hasil. Hal tersebut menyusul komitmen investasi yang didapatkan dari perusahaan asal China, Xinyi International Invesment Limited senilai US$ 11,5 miliar atau setara Rp 175 triliun (asumsi kurs Rp 15.107 per US$).
Jokowi mengungkapkan Tiongkok merupakan mitra strategis bagi Indonesia. Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia mengapresiasi dan menyambut baik rencana investasi yang akan dilakukan Xinyi group.
Investasi yang dilakukan pemerintah tentunya akan menambah bengkak 'utang' Indonesia. Kementerian Keuangan mencatat adanya kenaikan jumlah utang pemerintah pada bulan Juni 2023, dimana angkanya bertambah Rp 17,68 triliun sehingga total utang RI menembus Rp 7.805,19 triliun.
Selain meningkatnya utang luar negeri, Indonesia pun berpotensi terjerumus jebakan utang dan masalah serius lainnya. Peneliti China- Indonesia di Center for Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Zulfikar Rakhmat mengatakan " apa yang terjadi di Srilangka, Zimbabwe, saya tidak akan mengatakan Indonesia tidak akan seperti itu, tetapi tanda dari indikasi tersebut ada".
Ketergantungan Indonesia dengan China, Perdagangan dan Investasi, mendorong Indonesia tidak memiliki posisi yang kuat terhadap laut China Selatan. Bahkan menurut penelitian, Indonesia hanya mampu memonitor kapal China yang masuk ke laut Indonesia, tanpa perlawanan.
Ketika ada konflik China-Taiwan, Indonesia juga diam. Saat PBB berdebat soal Muslim Uighur, Indonesia pun tak dapat bersuara. Ketergantungan ekonomi dengan China telah membuat Indonesia tidak berani berbicara terkait isu HAM.
Investasi asing tanpa perhitungan berpotensi menjadi bentuk penjajahan terselubung yang semakin menguatkan negara pemberi hutang, apalagi dalam skema riba.
Islam dengan sistem ekonomi dan politiknya mampu menyediakan modal yang sangat besar untuk pembangunan negara tanpa utang. Negara dapat membiayai pembangunan infrastruktur melalui dua mekanisme, yang pertama: memproteksi beberapa kategori kepemilikan umum, seperti: minyak, gas, dan tambang. Negara dapat menetapkan penghasilan dari kilang minyak, gas dan sumber tambang tertentu masuk kedalam pos kepemilikan umum Baitul Maal yang dipergunakan khusus untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Kedua, negara boleh menggunakan harta kepemilikan negara Baitul Maal yang bersumber dari fa'i, kharaj, 'usyur, jizyah, ghanimah, dan sebagainya untuk pembangunan infrastruktur.
Jika saja negeri ini mau diatur oleh sistem Islam, maka tidak akan lagi terjerat utang negara asing maupun lembaga global. Dengan sistem Islam, Indonesia mampu menjadi negara kuat dan berdaulat karena tidak lagi disetir oleh negara asing kapitalis. Wallahu'alam bisshawab
Post a Comment