Oleh : Annisa Eres
Pemerhati Sosial
Tragedi di perlintasan KA bukan kali pertama terjadi. Sudah berulang kali. Namun meski begitu, masih saja terus berulang. Bahkan tak nampak adanya perbaikan dan peningkatan penjagaan terhadap nyawa rakyat. Bukankah ini tanda negara abai dengan keselamatan nyawa rakyat? Bukankah ini juga pertanda bahwa keselamatan jiwa rakyat bukan merupakan prioritas negara?
Minim Penjagaan
Terjadi lagi kecelakaan di pelintasan kereta di Jombang, tepatnya sebuah kendaraan mobil menemper pada KA 423 Dhoho, yang menelan 6 korban jiwa dan 2 orang lainnya luka berat. Tragedi ini terjadi pada hari Sabtu, 29 Juli 2023 sekitar jam 23.14 WIB dan polisi belum dapat memutuskan penyebab pasti terjadinya kecelakaan, dilansir dari republika.co.id (30-07-2023).
Meski bukan kesalahan masinis sepenuhnya dan juga bukan kesalahan pengendara, tetapi ada hal yang seharusnya menjadi perhatian negara.
Bahwa masih banyak pelintasan yang tidak aman untuk dilalui pengendara.
PT KAI Daop 7 Madiun, Jawa Timur, menyebutkan bahwa sebanyak 127 dari 215 pelintasan sebidang di wilayah mereka yang tidak dilengkapi dengan penjagaan. Sebanyak 88 pelintasan terjaga dan 44 pelintasan tidak sebidang yang berupa flyover dan underpass.
Meski terdapat relawan di beberapa pelintasan sebidang yang merelakan dirinya menjaga pelintasan tanpa upah, namun penjagaan mereka tidaklah penuh 24 jam.
Banyaknya pelintasan yang tidak dilengkapi penjagaan, bukan karena Kemenhub tidak berupaya. Melainkan disebabkan karena pendanaan yang belum memadai.
Pendanaan Kurang
Hal ini tampaknya dipicu oleh anggaran negara yang masih kurang. Sehingga perlintasan KA tidak menjadi perhatian khusus pemerintah. Padahal dapat menelan korban jiwa seperti yang baru saja terjadi.
Inilah buah ekonomi kapitalisme yang diterapkan negara. Padahal dengan sumber daya alam yang berlimpah seharusnya pendapatan negara pun berlimpah. Dengan begitu negara bisa menjamin keselamatan rakyat dengan pembangunan fasilitas yang baik dengan dana yang memadai dan tanpa utang.
Sistem Islam Menjamin SDA Dikelola Negara
Dalam Islam, negara wajib mengelola SDA yang ada dengan pengelolaan mandiri bukan diserahkan kepada swasta atau asing dan hasil pengelolaannya pun dikembalikan untuk kesejahteraan dan penanganan untuk keselamatan rakyat nya. Sehingga dengan begitu negara memiliki pendapatan sendiri dan bisa membiayai kebutuhan rakyat.
Sistem ekonomi yang diterapkan juga berlandaskan sistem ekonomi Islam. Negara tidak akan terjebak dengan sistem ekonomi kapitalisme dan perekonomian ribawi yang diharamkan oleh syarak.
Sedangkan saat ini, negara Indonesia dengan SDA yang berlimpah dan dikelola asing pastilah pendapatan yang diperoleh negara terbatas. Selain itu negara juga terlibat hutang ribawi.
Pembayaran utang ini dalam APBN 2023 mencapai Rp 441,4 triliun, kata Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) kemenkeu, Deni Ridwan, seperti dikutip dari finance.detik.com (21-06-2023).
Sebesar itu harus dibayar tiap tahun, dan itu baru bunganya saja. Belum utang pokoknya.
Betapalah ekonomi negara ini carut marut sehingga untuk memenuhi kebutuhan yang lain pun tersendat. Pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang disubsidi mulai dicabut, seperti gas elpiji, bensin premium, lalu pemeliharaan dan penjagaan terhadap nyawa rakyat termasuk pembangunan flyover di beberapa pelintasan hanya sebagian kecil saja. Karena terkendala oleh dana.
Jika SDA negara berlimpah, pengelolaannya sesuai dengan aturan Islam, dan sistem perekonomian yang digunakan juga sistem ekonomi Islam, maka rakyat pun akan sejahtera. Dan keselamatan nyawa bisa terjaga dengan fasilitas layak yang disediakan negara.
Sudah saatnya negara menerapkan sistem Islam dalam mengelola pemerintahan dan negara agar sejahtera seluruh rakyat dan hukum Islam dapat ditegakkan dengan sempurna. Wallahu a'lam bisawab.
Post a Comment