Pilarmabda.com |
Oleh: Ledy Ummu Zaid
Pasangan mana yang tidak menginginkan keluarganya menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rohmah, apalagi mereka yang pengantin baru. Ini menjadi suatu do’a dan harapan yang wajib bagi pasangan suami istri yang baru menikah. Tentu banyak yang mendo’akan seperti itu supaya menjadi kekuatan tersendiri bagi pasangan baru dalam mengarungi samudera bahtera rumah tangga. Manisnya pernikahan pun kental terasa di awal-awal pernikahan, karena mereka masih melewati proses penyatuan dua individu yang berbeda. Namun, seiring berjalannya waktu, pernikahan yang telah berlangsung lama mulai menemukan titik kejenuhan, bahkan tak sedikit yang tidak sampai garis finish bersama, melainkan berhenti di meja hijau.
Ironi, berbagai permasalahan rumah tangga, seperti ekonomi, perselingkuhan, perselisihan dan lain-lain menjadi kambing hitam yang meluluhlantakkan sebuah bangunan bernama pernikahan. Keharmonisan rumah tangga pun semakin mahal dan sulit didapatkan hari ini. Adapun kasus terkait rumah tangga yang baru-baru ini terjadi dan masih ramai diperbincangkan, yaitu kasus seorang suami bernama Nando (25) di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat yang tega membunuh istrinya, Mega Suryani Dewi (24) di rumah kontrakan mereka, dan disaksikan oleh dua anak mereka. Dilansir dari laman news.republika.co.id (12/09/2023), Kapolsek Cikarang Barat, AKP Rusna Wati mengatakan pelaku membunuh istrinya lantaran masalah ekonomi. Pelaku kesal ketika ditanya masalah uang belanja. "Sebelum melakukan pembunuhan, pelaku dan korban sempat cekcok masalah ekonomi," kata Rusna.
Di wilayah yang berbeda, terdapat pula kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang berujung pada kematian. Dilansir dari laman regional.kompas.com (15/09/2023), polisi mengamankan seorang suami bernama Asep Malik (51), seorang juru parkir di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat atas kasus KDRT yang menewaskan istri sirinya, Teti Maryati (40). Diduga lantaran permasalahan ekonomi, pelaku emosi karena korban berbicara menggunakan bahasa yang dianggap kasar dan berteriak. Lagi dan lagi, ekonomi menjadi kambing hitam terkuat dalam permasalahan rumah tangga. Hanya karena menanyakan nafkah, hari ini seorang suami tega membabi buta istri dan keluarganya yang tak bersalah.
Miris, itulah yang bisa diungkapkan ketika mengetahui fakta banyak kasus KDRT dengan berbagai penyebab yang mengakibatkan tindak pembunuhan. Hal ini menunjukkan lemahnya pengelolaan emosi dan daya tahan atau mental dalam menghadapi beratnya kehidupan. Ini juga merupakan potret buram kehidupan sekuler kapitalistik yang jauh dari keimanan. Banyak orang hari ini menganggap pernikahan hanya sebagai tempat pelampiasan hawa nafsu semata. Ketika keinginannya sudah tercapai, seseorang mungkin bisa berlaku semena-mena pada pasangannya. Beratnya kehidupan pasca menikah juga menjadi faktor utama pemicu perceraian hingga pembunuhan.
Sebagai contoh yang sering kita dengar di masyarakat, banyak pasangan yang rela merogoh kocek sangat dalam untuk mengadakan resepsi pernikahan yang mewah, dan utang pun tak terelakkan. Ketika sudah menikah, mereka harus membuka lembaran baru kehidupan dengan menunaikan kewajibannya membayar utang resepsi tersebut. Tak sedikit yang akhirnya cekcok masalah ekonomi di tahun-tahun awal pernikahan. Di sisi lain, ketika pasangan yang terlihat manis di awal pernikahan, tetapi menjadi seseorang yang membosankan pada akhirnya. Hari ini banyak pasangan suami istri (pasutri) yang tidak bersyukur sehingga menghadirkan orang ketiga dalam rumah tangga mereka. Alhasil, perselingkuhan dan dendam bisa menimbulkan prahara yang besar bahkan berujung fatal.
Padahal seperti yang kita ketahui, pernikahan dalam Islam adalah ibadah terpanjang karena akan dilakukan hingga akhir hayat. Seseorang yang memiliki akidah yang kokoh maka ia tidak akan mudah melakukan kemaksiatan dalam pernikahannya. Akidah Islam memberikan kekuatan dan kesabaran seorang hamba dalam menghadapi kesulitan dan beratnya kehidupan. Keimanannya menjadi perisai untuk sabar dan tetap dalam kewarasan ketika bertemu masalah sehingga tidak berbuat maksiat. Ketika pasutri berada dalam keimanan yang baik dan stabil maka keduanya akan melakukan perannya masing-masing dengan baik dan benar sesuai syariat Islam. Kemudian, keduanya akan berada dalam keluarga yang syar’i dengan nilai-nilai keislaman yang kental di tengah-tengah mereka. Adapun jika mereka berselisih, sudah pasti mereka akan menyelesaikannya dengan syariat Islam. Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda, “Dan janganlah engkau memukul istrimu di wajahnya, dan jangan pula menjelek-jelekkannya serta jangan melakukan hajr (mendiamkan istri) selain di rumah” (HR. Abu Daud no. 2142. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih). Berdasarkan hadist tersebut, KDRT tidak dibenarkan dalam Islam. Jika seorang suami hendak mendidik istrinya, maka diperbolehkan memukul tetapi dengan lemah lembut, yaitu di tempat yang tidak menimbulkan bekas luka. Begitulah Islam mengajarkan kebaikan pada para pemeluknya.
Masyarakat yang menerapkan syariat Islam secara kaffah atau menyeluruh pasti akan berbuat adil pada sesama manusia. Individu tidak akan dengan mudahnya melakukan tindak kekerasan apalagi kepada keluarganya. Masyarakat yang Islami hanya akan berlaku sesuai syariat Islam dengan mengharap ridho Allah subhanahu wa ta’ala. Terlebih lagi negara sebagai institusi tertinggi akan memfasilitasi kebutuhan rakyat dengan baik dan mudah sehingga kehidupan rakyat akan sejahtera dan aman karena tidak dipusingkan dengan berbagai permasalahan hidup, khususnya ekonomi. Sistem pendidikan dan kesehatan yang diberikan secara gratis akan sangat membantu kelangsungan hidup umat. Negara hadir untuk membantu rakyatnya agar hidup tenang dan aman serta damai dalam suasana keimanan. Berbeda dengan gambaran sistem kehidupan hari ini yang tidak bisa memelihara umat dengan baik. Memang benar banyak keluarga yang berharap harmonis, tetapi tetap saja mereka akan mudah berlaku sadis.
Wallahu a’lam bishshowab.
Post a Comment