Pilarmabda.com |
Oleh : Susi Rahma S.Pd
(Pemerhati Masalah Sosial)
Masak-masak… sendiri…
Makan. .makan sendiri…
Cuci… baju sendiri..
Tidur… ku sendiri…
Ya, lagu yang dinyanyikan pedangdut Caca Handika ini menceritakan kesendirian, yang bisa jadi ditinggal pasangan karena pasangan yang hidup berjauhan atau karena patahnya ikatan pernikahan akibat perceraian. Berbicara perceraian, di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Dari data.goodstats.id, akhir-akhir ini banyaknya kasus perceraian semakin marak terjadi. Terlebih lagi banyaknya publik figur yang memutuskan untuk bercerai terus berseliweran di media sosial menjadi penambah daftar tingginya angka perceraian di Indonesia. Berdasarkan laporan Statistik Indonesia 2023, kasus perceraian di Indonesia mencapai 516.334 kasus pada tahun 2022. Jelas angka ini meningkat 15% dibandingkan 2021 yang mencapai 447.743 kasus. Masih menurut data.goodstats.id banyaknya kasus perceraian yang terjadi ini menjadi angka perceraian tertinggi yang terjadi dalam enam tahun terakhir. Mayoritas kasus perceraian yang terjadi pada 2022 merupakan cerai gugat, yang berarti gugatan perceraian diajukan oleh pihak istri. Jumlahnya sebanyak 338.358 kasus atau sebanyak 75,21% dari total kasus perceraian yang terjadi.
Masih dikutip dari data.goodstats.id, faktor penyebab utama perceraian yang terjadi pada tahun 2022 ialah perselisihan dan pertengkaran. Jumlahnya sebanyak 284.169 kasus atau setara dengan 63,41% dari total faktor penyebab kasus perceraian yang semakin tinggi di Indonesia. Kasus perceraian lainnya dilatarbelakangi alasan permasalahan ekonomi, salah satu pihak meninggalkan, poligami, hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
BANGUNAN RUMAH TANGGA YANG RAPUH
Tidak dapat dipungkiri bahwa menjalani biduk rumah tangga bukanlah hal yang mudah. Mereka yang sudah menjalani rumah tangga 5, 10, 20, atau bahkan di pernikahan emas 50 tahun pasti mengalami berbagai macam tantangan pahit dan manisnya pernikahan. Pada saat ini ditengah gempuran kehidupan di era sekularisme kapitalis, menjalani kehidupan rumah tangga tentu makin sulit. Maraknya pergaulan bebas di kalangan remaja, menjadi salah satu pemicu untuk segera menghalalkan pasangan. Tapi pernikahan pun menjadi buah simalakama jika kita tidak siap dengan segala konsekuensinya. Ada beberapa hal yang kita dapati dari rapuhnya pernikahan keluarga muslim, sehingga beberapa pasangan memutuskan untuk bercerai.
1. Kurang kuatnya pondasi aqidah.
Kita dapati bahwa dari kurang kuatnya pondasi keimanan, beberapa atau banyak pasangan tidak memahami hak dan kewajiban sebagai suami istri. Suami malas beribadah, suami tidak bisa membimbing istrinya, malas mencari nafkah beberapa hal yang menyebabkan gelapmata, pertengkaran yang berujung permintaan talak.
2. Masalah Ekonomi.
Masalah ekonomi ini, menempati peringkat selanjutnya yang menjadi penyebab rapuhnya ikatan pernikahan. Susahnya mengais nafkah bagi para lelaki di era kapitalisme ini yang bisa menyebabkan pertengkaran. Para perempuan ikut bekerja, tapi bahayanya justru laki-laki banyak yang keenakan menjadi bapak rumah tangga. Tengoklah di beberapa daerah yang pagi hari suaminya berbondong-bondong mengantar istrinya kerja ke pabrik. Sore harinya mereka berbondong-bondong pula menjemputnya.
3. Perselingkuhan
Teknologi makin berkembang tapi perilaku manusiapun banyak yang makin bobrok. Maraknya perselingkuhan, yang juga banyak dilakukan oleh selebritas, seakan mengilhami banyak pasangan untuk melakukan hal yang sama. Hal ini memiliki daya getok tular yang sangat tinggi, dan itu bisa dilakukan diberbagai aplikasi. Istilah-istilah Cinta Lama Belum Kelar, atau cinta pertama tetap tidak akan terlupa, menjadi pemicu perselingkuhan yang bisa saja diawali dengan silahukhuwah atau temu kangen alumni. Kisah Layangan Putus yang tahun-tahun kemarin bahkan diangkat ke layar kaca. Sungguh memilukan.
4. KDRT
Kekerasan Dalam Rumah Tangga sekarang memang kerap kali terjadi. Seakan akan manusia saat ini tidak ada yang tidak mengalami mental health. Pemicu yang sebenarnya bisa jadi hal sepele bahkan bisa menjadikan suami membunuh istrinya. Naudzubillah. Di era kapitalisme ini memang menjadikan semua pasangan dihadapkan pada kerasnya kehidupan. Semua dalam pertarunganya masing-masing. Apakah menghadapi mertua, julidnya tetangga yang kadang mempertanyakan kenapa sudah menikah belum punya rumah, belum memiliki anak dan lain-lain.
ISLAM MELINDUNGI KELUARGA MUSLIM
Islam sebagai agama yang sempurna tentu saja memiliki segudang solusi untuk menuntaskan permasalahan keluarga ini. Termasuk tingginya perceraian. Tersebab jika kita lihat tingginya angka perceraian menunjukkan rapuhnya bangunan keluarga. Seperti yang disebutkan beberapa factor di atas yang menjadi pemicu perceraian, hal ini juga menjadi tanda lemahnya visi keluarga saat ini yang hanya berorientasi kepada duniawi.
Pernikahan dalam Islam mengharuskan pasangan suami istri memahami hak dan kewajibannya dalam mewujudkan keluarga sakinah mawaddah dan warohmah. Suami dan istri ibarat kawan sejati dalam mengarungi suka dan dukanya hidup. Dalam Q.S Arruum : 21 yang artinya "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang”
Tak dapat dipungkiri bahwa berbagai cobaan yang mendera bisa menumbangkan bangunan pernikahan. Masalah ekonomi misalnya, Islam telah mengatur bahwa pernafkahan jatuh kepada laki-laki atau suami untuk menafkahi keluarganya. Tapi lagi-lagi kurangnya pernafkahan, dan kapitalisme yang mengkampanyekan ide kebebasan berekonomi dan kesetaraan gender, menyebabkan para perempuan berbondong-bondong juga keluar rumah untuk membantu perekonomian rumah tangganya. Hal ini memang harus dilihat dari 2 sudut pandang, para suami memaksimalkan diri dalam mencari nafkah, sementara dari sisi istri mereka qona’ah terhadap pemberian suami. Ketaatan kepada suami ini yang akan mendatangkan surga baginya. “Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah ke dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471)
Yang terakhir yang tidak kalah penting dalam menjaga keutuhan keluarga muslim adalah peran Negara. Negara memiliki berbagai mekanisme untuk mewujudkan lingkungan yang aman dan nyaman untuk keluarga keluarga muslim. Penyuluhan dan pembinaan bagi pasangan yang akan menikah, penyediaan lapangan kerja yang mudah untuk para suami, menutup akses pornografi dan pornoaksi yang memicu perselingkuhan, memberantas kriminalitas yang akan mewujudkan lingkungan yang aman dan nyaman. Tentram lahir dan batin. Wallahu a’lam.
Post a Comment