pilarmabda.com |
Oleh : Erni Apriani
Aktivis Muslimah
Aktivis Muslimah
Kasus perundungan atau yang disebut bullying pada anak usia sekolah masih menjadi masalah serius di Indonesia. Seperti kasus bullying di Cilacap, Jawa Tengah, yang telah menarik perhatian nasional, hanyalah salah satu contoh dari masalah ini yang mencuat ke permukaan publik. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), mayoritas siswa yang mengalami perundungan, atau yang sering disebut sebagai bullying, di Indonesia adalah laki-laki. Persentase kasus bullying di kategori siswa kelas 5 SD pada siswa laki-laki mencapai 31,6 persen, sementara siswa perempuan mencapai 21,64 persen dan secara nasional sebesar 26,8 persen. republika.co.id Sabtu , 21 Oct 2023
Sungguh ironis, kasus bullying yang selalu menjadi langganan di kalangan anak-anak ini berakhir tragis. Perundungan baik secara verbal dalam bentuk penghinaan maupun fisik kekerasan hingga berujung memakan nyawa korbannya. Akar permasalahan kasus ini adalah sistem sekulerisme yang telah memisahkan nilai-nilai agama dari kehidupan, menjadikan jauhnya pola pikir manusia dari aturan agama Islam. Lebih didominasi dengan hak asasi manusia, sehingga manusia akan bebas bertingkah laku sesuai apa yang mereka inginkan. Lalu tidak ada rasa takut terhadap dosa kepada Allah swt. Kemudian sistem sekulerisme juga membuat pola pendidikan yang jauh dari Islam, tidak membentuk anak-anak memiliki kepribadian Islam.
Buruknya sistem pendidikan sekuler dari penataan media informasi sehingga memicu anak meniru sikap perbuatan yang buruk semisal perbuatan perundungan ini. Adanya konten yang tidak baik dalam bentuk tontonan televisi atau handphone, hingga buku bacaan masuk di dalam kehidupan sehari-hari tanpa batas. Selain itu, penyebab perundungan ini juga lahir dari buruknya pendidikan dari keluarga. Kualitas orang tua yang kurang memahami cara mendidik dan membekali anak dengan pendidikan yang baik sesuai syariat Islam, menjadikan maraknya korban perundungan pada anak-anak. Padahal firman Allah swt menyebutkan, "umat Islam tidak diperkenankan untuk saling memperolok, saling mencela, saling berburuk sangka, saling mengumpat, dan saling mencari-cari kesalahan orang lain" (QS al-Hujurat: 11). Ayat ini menegaskan bahwa seluruh manusia di muka bumi ini sesungguhnya setara di hadapan Allah, yang membedakan mereka adalah ketakwaannya.
"Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak maka diamlah." (HR. Bukhari Muslim). Hadis ini juga menunjukan bagaimana seorang muslim dalam bersikap dan membina hubungan sosial. Terutama bagi terciptanya hubungan yang harmonis di masyarakat.
Oleh karena itu, untuk memperbaiki kasus perundungan di kehidupan ini membutuhkan tugas orang tua. Dengan membentuk pribadi Islam sejak dini kepada anak-anak kita, ditanamkan selalu nilai-nilai agama sebagai landasan untuk melakukan semua perbuatan. Maka kehidupan Islami ini akan terwujud dengan standar ketakwaan. Selain itu tidak cukup dari sisi perbaikan masing-masing individu saja, tetapi butuh peran negara yang berfungsi sebagai kontrol masyarakat. Adanya kontrol masyarakat dalam kehidupan Islam akan senantiasa menumbuhkan rasa kemanusiaan, dan saling menasehati dalam kebaikan. Peran negara dalam pendidikan Islami tentu akan mampu mencetak tunas generasi yang berkualitas, berkepribadian Islam dan membentuk generasi ilmuwan yang bertakwa. Negara Islam akan menyaring konten dan tontonan sebagai bentuk penataan media informasi.
Maka dari itu sudah saatnya untuk menyadarkan masyarakat dengan menerapkan aturan Allah secara kaffah di tengah kehidupan, agar segala permasalahan termasuk kasus perundungan di kalangan anak remaja akan dapat terselesaikan dengan tuntas.
Wallahu a'lam Bishawab.
Sungguh ironis, kasus bullying yang selalu menjadi langganan di kalangan anak-anak ini berakhir tragis. Perundungan baik secara verbal dalam bentuk penghinaan maupun fisik kekerasan hingga berujung memakan nyawa korbannya. Akar permasalahan kasus ini adalah sistem sekulerisme yang telah memisahkan nilai-nilai agama dari kehidupan, menjadikan jauhnya pola pikir manusia dari aturan agama Islam. Lebih didominasi dengan hak asasi manusia, sehingga manusia akan bebas bertingkah laku sesuai apa yang mereka inginkan. Lalu tidak ada rasa takut terhadap dosa kepada Allah swt. Kemudian sistem sekulerisme juga membuat pola pendidikan yang jauh dari Islam, tidak membentuk anak-anak memiliki kepribadian Islam.
Buruknya sistem pendidikan sekuler dari penataan media informasi sehingga memicu anak meniru sikap perbuatan yang buruk semisal perbuatan perundungan ini. Adanya konten yang tidak baik dalam bentuk tontonan televisi atau handphone, hingga buku bacaan masuk di dalam kehidupan sehari-hari tanpa batas. Selain itu, penyebab perundungan ini juga lahir dari buruknya pendidikan dari keluarga. Kualitas orang tua yang kurang memahami cara mendidik dan membekali anak dengan pendidikan yang baik sesuai syariat Islam, menjadikan maraknya korban perundungan pada anak-anak. Padahal firman Allah swt menyebutkan, "umat Islam tidak diperkenankan untuk saling memperolok, saling mencela, saling berburuk sangka, saling mengumpat, dan saling mencari-cari kesalahan orang lain" (QS al-Hujurat: 11). Ayat ini menegaskan bahwa seluruh manusia di muka bumi ini sesungguhnya setara di hadapan Allah, yang membedakan mereka adalah ketakwaannya.
"Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak maka diamlah." (HR. Bukhari Muslim). Hadis ini juga menunjukan bagaimana seorang muslim dalam bersikap dan membina hubungan sosial. Terutama bagi terciptanya hubungan yang harmonis di masyarakat.
Oleh karena itu, untuk memperbaiki kasus perundungan di kehidupan ini membutuhkan tugas orang tua. Dengan membentuk pribadi Islam sejak dini kepada anak-anak kita, ditanamkan selalu nilai-nilai agama sebagai landasan untuk melakukan semua perbuatan. Maka kehidupan Islami ini akan terwujud dengan standar ketakwaan. Selain itu tidak cukup dari sisi perbaikan masing-masing individu saja, tetapi butuh peran negara yang berfungsi sebagai kontrol masyarakat. Adanya kontrol masyarakat dalam kehidupan Islam akan senantiasa menumbuhkan rasa kemanusiaan, dan saling menasehati dalam kebaikan. Peran negara dalam pendidikan Islami tentu akan mampu mencetak tunas generasi yang berkualitas, berkepribadian Islam dan membentuk generasi ilmuwan yang bertakwa. Negara Islam akan menyaring konten dan tontonan sebagai bentuk penataan media informasi.
Maka dari itu sudah saatnya untuk menyadarkan masyarakat dengan menerapkan aturan Allah secara kaffah di tengah kehidupan, agar segala permasalahan termasuk kasus perundungan di kalangan anak remaja akan dapat terselesaikan dengan tuntas.
Wallahu a'lam Bishawab.
Post a Comment