Oleh : Ariefdhianty Vibie
(Muslimah Cinta Islam, Bandung)
Masyarakat RT 01 RW 02 Kelurahan Pasanggrahan Kecamatan Ujung Berung, keluhkan tingginya harga kebutuhan pokok saat ini. Salah seorang Warga, Euis (45) mengaku, harga kebutuhan pokok yang tinggi menjadi permasalahan berat yang harus dihadapi masyarakat. Tidak hanya beras, kondisi kemarau panjang yang terjadi saat ini berdampak kepada sulitnya mendapatkan air bersih.
"Belum lagi air susah sekarang, walaupun pake PDAM gak setiap hari ada, kadang seminggu cuman beberapa kali, itupun waktunya gak tentu, kalau gak nunggu PDAM ya harus beli, udah beli juga mahal ya antriannya panjang," terangnya (bandungraya.inews.id, 18/10/2023).
Negeri ini memang sedang berada di musim paceklik yang merata di seluruh wilayah. Musim kemarau ekstrim ditambah dengan krisis air bersih dan tingginya harga barang pokok, membuat masyarakat menangis karena semakin kesulitan menjalani hidup. Tampaknya pemerintah juga tidak memberikan solusi efektif untuk mengatasi permasalahan yang sebenarnya terjadi berulang kali.
Sungguh miris, di negeri yang sesungguhnya kaya akan sumber daya air justru terjadi krisis. Padahal Indonesia menjadi negara kelima yang memiliki sumber daya air paling kaya, dengan potensi air hujan yang turun mencapai 7 triliun meter kubik (pu.go.id,5/6/2012). Namun, hanya 20% debit air saja yang bisa dikelola untuk pertanian, kebutuhan domestik, dan industri, sementara sebagian besarnya terbuang ke laut. Akibatnya, masyarakat tidak dapat menikmati air bersih dan mesti membeli air dengan harga tinggi. Selebihnya, masyarakat justru kedatangan air berupa banjir tahunan yang tidak kunjung selesai saat musim hujan tiba.
Pengelolaan air yang buruk menjadi pangkal krisis air yang terjadi ketika kemarau melanda. Hal ini karena tata kelola air dalam liberalisme. Air menjadi barang komoditas yang diperjualbelikan secara bebas tanpa regulasi ketat. Perusahaan-perusahaan swasta dengan mudah memprivatisasi sumber air kemudian mengkomersialisasinya, bahkan mempromosikannya dengan manis di media massa.
Sementara itu, masyarakat yang tinggal di sekitar sumber air justru kesulitan mendapatkan air karena sumur yang dimiliki tidak sebanding dengan milik perusahaan swasta. Padahal sebelum perusahaan swasta datang, air itu bisa diperoleh dengan mudah tanpa harus mengebor tanah lebih dahulu. Sungguh ironis!
Di sisi lain, pemerintah tetap abai dengan deforestasi semacam penggundulan hutan dan penebangan pohon tanpa adanya penanaman kembali, sampai merusak ekosistem dan mengubah iklim. Padahal dengan terjaganya ekosistem, justru akan melangsungkan pelestarian air bersih di wilayah tersebut. Pengalihfungsian lahan juga menjadi penyebab krisis air. Wilayah resapan air hujan yang seharusnya ditumbuhi pohon-pohon, kini telah berubah menjadi pemukiman warga dan perumahan-perumahan. Akibatnya, hujan yang turun tidak bisa terserap ke dalam tanah melainkan berubah menjadi bencana, baik itu longsor maupun banjir di wilayah yang lebih rendah.
Air yang sejatinya milik umum, kini menjadi komoditas yang diperjualbelikan untuk memperoleh cuan. Kapitalisasi air inilah yang menjadi pangkal krisis air bersih di Indonesia yang kaya air.
Air merupakan kebutuhan dasar untuk menunjang kehidupan manusia. Tanpa air, kehidupan manusia tidak bisa berjalan, baik untuk makan, minum, mandi, mencuci, dan lainnya. Ketersediaan air juga sangat berpengaruh pada kesehatan manusia. Terjadinya krisis air tentu akan membuat kehidupan manusia terganggu, datangnya penyakit, hingga kematian.
Oleh karena itu dalam Islam, sejatinya air adalah milik umum, sehingga tidak boleh dimiliki secara pribadi, baik itu oleh individu maupun perusahaan swasta, apalagi diperjualbelikan sehingga masyarakat kesulitan mengaksesnya.
Rasulullah SAW. bersabda, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api" (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Dalam Islam, negara wajib mengelola air secara mandiri untuk didistribusikan kepada masyarakat dan bukan untuk dikomersialisasi. Negara akan membangun industri air bersih sehingga kebutuhan individu masyarakat akan terpenuhi kapanpun dan dimanapun. Negara juga akan memanfaatkan berbagai kemajuan teknologi agar air senantiasa bisa dinikmati oleh masyarakat secara optimal dan mudah. Negara juga akan menjaga dan melestarikan semua wilayah serapan air hujan, seperti hutan. gunung, bukit, juga sungai supaya terjaga ekosistemnya, sehingga air yang diserap bisa kembali dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup masyarakat.
Negara tidak boleh lepas tangan terhadap pengurusan air, terkait pengambilannya, distribusinya, maupun penjagaan kebersihan, kelestarian, dan keamanannya. Kewajiban pengelolaan air oleh negara berdasarkan pada kaidah “Ma la yatimmu al-wajibu illa bihi fa huwa wajib.” Air dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai kewajiban, maka harus diadakan.
Dengan pengaturan Islam ini tentunya masyarakat tak harus berhadapan dengan krisis air sepanjang tahun.
Post a Comment