Praktisi Pendidikan
Kini terjadi peningkatan kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di berbagai daerah. Baru-baru ini, dilansir dari tirto.id ada insiden Karhutla di area Bromo yang dipicu oleh sepasang kekasih yang menggunakan flare saat sesi foto prewedding mereka. Perkiraan luas lahan yang terbakar mencapai 500 hektare.
Penyebab Karhutla sebagian besar terkait dengan kebakaran di wilayah gambut, bukan hanya di hutan. Gambut adalah sebuah ekosistem yang memiliki kemampuan penyimpanan air yang besar, sehingga seharusnya tidak mudah terbakar. Namun, kebakaran besar ini terjadi di wilayah gambut daripada di hutan biasa.
Tim pengawas dan Polisi Hutan Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan, telah melakukan penyegelan empat lokasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Barat. Hal ini dilakukan untuk menghentikan meluasnya karhutla. Tim Gakkum KLHK terus memonitor secara intensif lokasi-lokasi yang terindikasi adanya titik api melalui data hotspot.
Selain mengambil tindakan penyegelan terhadap empat area kontraksi yang mengalami kebakaran, tindakan lain yang dilakukan adalah memasang tanda larangan kegiatan dan garis PPLH. Satu perusahaan tengah menjalani proses penyelidikan atau penelitian bersama (pulbaket), dan satu perusahaan lain telah direkomendasikan untuk dikenakan sanksi administratif oleh pemerintah melalui otoritas daerah.
Dilansir dari tempo.co Manager Kampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), menyampaikan kejadian karhutla di Kalimantan yang terus terulang karena pemerintah tidak serius mengurus Sumber Daya Alam (SDA).
Kegagalan pemerintah dalam tata kelola negara telah menyebabkan kurangnya perlindungan yang efektif terhadap wilayah-wilayah yang strategis dan rentan. Ini termasuk lahan gambut dan hutan yang kritis. Selain itu, ia menyebutkan bahwa di Kalimantan, wilayah lahan gambut dan hutan telah terbebani oleh berbagai jenis izin, seperti izin untuk monokultur kelapa sawit, pertambangan, dan perizinan lainnya di sektor kehutanan.
Kebakaran hutan dan lahan memiliki dampak serius terhadap kehidupan dan kesehatan masyarakat karena asap yang dihasilkan, kerusakan lahan, kehilangan keanekaragaman hayati, dan menghambat kemajuan pemerintah dalam mencapai tujuan perubahan iklim, terutama dalam mencapai pencapaian Folu Net Sink 2030.
Pada dasarnya, banyak yang menyalahkan El Nino sebagai penyebab utama kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), namun mengapa Karhutla yang begitu besar hanya terjadi di beberapa tempat tertentu, padahal El Nino telah ada sejak lama. Ini menunjukkan ada masalah dalam pengelolaan ekosistem gambut, karena El Nino hanyalah satu siklus iklim yang berulang. Namun, El Nino memperburuk situasi dengan suhu yang tinggi dan ekosistem gambut yang sudah rusak, menjadikannya bahan bakar yang potensial untuk kebakaran.
Perusahaan atau pelaku usaha yang membakar lahan di tengah kondisi El Nino membuat situasinya semakin rentan. Ini menunjukkan dominasi ulah manusia dalam masalah Karhutla. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua tindakan manusia sama. Ada perbedaan antara masyarakat yang membuka lahan gambut dan menanam komoditas sesuai skala kebutuhannya dengan korporasi besar yang mengubah lanskap dalam skala besar. Dalam konteks ini, penyebab utama Karhutla adalah unsur kesengajaan yang mengubah lanskap lahan dalam skala besar, terutama dalam kegiatan ekstraktif.
Secara keseluruhan, cuaca dan iklim hanya berperan sebagai faktor pendukung dalam terjadinya Karhutla, sedangkan penyebab utama adalah tindakan manusia dalam mengubah lanskap lahan secara besar-besaran.
Dalam perspektif Islam, penanganan Karhutla bisa diatasi dengan menerapkan prinsip-prinsip berikut dalam pengelolaan hutan dan lingkungan: Penetapan Batasan, Syarat dalam Islam menegaskan bahwa tidak ada kebebasan mutlak, dan setiap individu wajib tunduk pada syariat Islam. Hak kepemilikan lahan diberikan dengan ketentuan bahwa lahan harus dijaga dan dikelola produktif, dan tidak boleh dibiarkan terlantar lebih dari tiga tahun. Jika diabaikan lebih lama, lahan tersebut berubah menjadi tanah mati yang diserahkan kepada yang mampu menggarapkannya.
Kemudian, Pemilikan Umum. Hutan dianggap sebagai kepemilikan umum yang hanya boleh dikelola oleh negara, dan hasilnya menjadi hak rakyat untuk dimanfaatkan secara adil. Tak hanya itu, Negara memiliki kewenangan untuk melindungi hutan dengan menjadikannya kawasan konversi (hima) jika eksplorasi hutan berpotensi merugikan masyarakat. Tindakan ini dilakukan untuk menjaga hak-hak ekologi dan Sumber Daya Alam (SDA) yang asli.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, pengelolaan hutan dan lingkungan diharapkan lebih berkelanjutan dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Wallahu'alam []
Post a Comment