Pemerhati Sosial dan Ibu Rumah Tangga
Viral kasus kedatangan pengungsi Rohingnya di pesisir Aceh akhir-akhir ini menimbulkan banyak polemik di masyarakat Indonesia. Sebab, pada bulan November 2023 ada kurang lebih 30 gelombang kedatangan pengungsi Rohingnya yang jumlahnya mencapai 1.041 orang. Juru bicara UNHCR Babar Baloch, menyatakan pada Desember 2023 jumlah pengungsi imigran Rohingnya akan datang lebih banyak lagi. UNHCR adalah organisasi Internasional dibawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB yang berdedikasi untuk menyelamatkan nyawa, melindungi hak-hak dan membangun masa depan yang lebih baik bagi orang-orang yang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena konflik atau penganiayaan. (www.voaindonesia, 22/11/2023)
Permasalahan ini menimbulkan pro dan kontra yang diantaranya; masyarakat dan pemerintah Aceh yang mulai menolak bertambahnya jumlah kedatangan pengungsi Rohingnya, dikarenakan sikap mereka yang melanggar norma-norma penduduk desa hingga kabur dari kamp-kamp pengungsian. Presiden Joko Widodo menyampaikan pada jum'at 08/12/2023 "Pemerintah menduga adanya keterlibatan para pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), pemerintah tetap memberikan bantuan kemanusiaan sementara, sambil mengusut adanya TPPO dibalik persoalan ini".
Berbeda pendapat dengan anggota DPR RI Ahmad Sahroni, yang sempat menyusulkan agar pengungsi Rohingnya ditempatkan dipulau kosong yang ada di Nusantara. Hal yang sama disampaikan oleh Wakil President Ma'ruf Amin yang membuka opsi untuk menampung pengungsi Rohingnya di Pulau Galang, Riau.
Gelombang kedatangan etnis Rohingnya di Indonesia melalui Aceh dimulai pada tahun 2015. Mereka adalah etnis muslim minoritas di Myanmar yang mengalami genosida sistematis oleh rezim militer Myanmar dan kelompok ekstremis Budha. Maka dari itu etnis Rohingnya melakukan pelarian atau mencari suaka ke negeri-negeri tetangga seperti Indonesia dan Malaysia. Serta, sebagian yang lainnya menjadi imigran gelap dan hidup terkatung-katung dilautan.
Kondisi pengungsi Rohingnya saat ini sebenarnya sangat menderita, tak ada identitas kewarganegaraan dan tak dapat merasakan penghidupan yang layak sebagai seorang manusia. Sejatinya mereka hanyalah salah satu dari beberapa korban akibat penerapan sistem nasionalisme yang mengedepankan kepentingan kedaulatan negara masing-masing, dibandingkan saling tolong menolong sesama manusia, terutama sesama seorang muslim. Terkait kabar negatif sikap pengungsi Rohingnya yang kurang berkenan, tidaklah membuat kita terlalu fokus pada keburukan seseorang hingga yang lain terkena imbasnya. Bukankah saat ini memang ada? sebagian muslim taat dan sebagian muslim lainnya sebaliknya.
Pada akhirnya solusi tuntas dari kasus ini bukanlah bernaung pada lembaga-lembaga Internasional seperti; PBB, HAM, UNHCR dan lainnya. Mereka hanya menginginkan keberadaan mereka terus eksis dan diakui, agar semua negara-negara dibawahnya tunduk dan patuh pada peraturannya. Seperti yang sudah nyata terjadi pada Palestina, solusi atas dua negara atau genjatan senjata yang diberikan lembaga Internasional tak dapat menyelesaikan akar permasalahan.
Saat ini, yang kita butuhkan adalah naungan yang bisa mempererat ukhuwah umat muslim, naungan yang berani menentang kedzoliman, nauangan yang bisa menjadi perisia umat, naungan yang bisa mengurusi segala urusan banyak umat, dan naungan yang bersandar pada Syariat Islam, yaitu; naungan Daulah Khilafah Islamiyah yang pada masanya menjamin setiap muslim mendapatkan keadilan yang nyata dan benar, mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara, mendapatkan perlindungan dan keamanan, memiliki kehormatan yang tinggi dan disegani oleh umat yang lain, serta dapat mengembalikan kemuliaan umat Islam dan memberikan kesejahteraan keseluruh alam semesta.
Wallahualam Bishshawab
Post a Comment