Oleh : Eti Setyawati
Pegiat Literasi
Pegiat Literasi
Gemah Ripah loh jinawi pernah popular menjadi semboyan negeri tercinta Indonesia. Yang bermakna sebagai negeri yang tenteram, makmur serta subur tanahnya. Tapi kini pelan tapi pasti pergi menjauh, sayup-sayup dan tak terdengar lagi. Swasembada beras tidak bisa menjadi andalan, produk beras tak lagi digenjot. Impor dijadikan solusi praktis.
Seperti diungkap Presiden Joko Widodo bahwasanya Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada. Terlebih jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah dan mereka membutuhkan beras. (cnbc Indonesia, 02/01/2023).
Untuk mengisi cadangan beras nasional pemerintah berencana menambah kuota impor sebanyak 1,5 juta ton beras, setelah impor 2 juta ton beras pada awal tahun 2023. Jika terealisasi maka total impor beras tembus 3,5 juta ton atau tertinggi dalam 2 dekade terakhir.
Menurut ketua umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), Sutarto Alimoeso kondisi penurunan pasokan beras yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir membuat ketersediaan stok beras menurun. Hal ini pula yang menyebabkan melonjaknya harga beras di pasar.
Sangat disayangkan, Indonesia yang dikenal sebagai negeri subur produksi berasnya tak mampu untuk memenuhi kebutuhan penduduknya. Bahkan ide swasembada beras era Soeharto "dicuri" India. Dan kini India menjadi negara pengekspor beras terkemuka di dunia, menyumbang lebih dari 40% perdagangan global serta menjadi produsen terbesar kedua setelah China.
Rahasia sukses pengelolaan lahan pertanian di India karena menggunakan koperasi bukan konglomerasi. Pupuknya dibuat oleh koperasi tidak memakai pupuk dari pabrik, sedang penelitiannya dilakukan oleh pemerintah. "Sedikit saja pupuk pil ditambah air bisa digunakan untuk 2 hektare lahan pertanian." ujar Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI. (cnbc Indonesia, 30/09/2023).
Agar swasembada tercapai petani tak bisa dibiarkan berjalan sendiri dalam mengelola lahan pertanian. Butuh peran negara untuk membantu mengembangkannya. Seperti mulai mengupayakan alat pertanian yang lebih modern, menyediakan bibit unggul, obat pembasmi hama, subsidi pupuk, dan sebagainya.
Pemerintah juga perlu melakukan pendampingan, misalnya dengan menempatkan tenaga ahlinya terjun ke lapangan melakukan kegiatan penyuluhan. Yang tak kalah penting adalah membentuk institusi yang mendukung pertanian. Tak hanya melayani kebutuhan pokok petani tetapi juga siap menampung hasil panen dengan harga bersaing.
Negeri subur ternyata tidak selamanya makmur. Kebijakan pertanian yang amburadul terbukti telah membuat Indonesia sebagai negara agraris terus menerus dihantui krisis kelangkaan pangan. Salah urus di sektor pangan ini tampak dari rendahnya pasokan dalam negeri dan ketidakmampuan pemerintah menjaga kestabilan harga. Permainan kartel benar-benar telah membuat harga membumbung tinggi.
Islam dengan serangkaian hukumnya mempunyai strategi jitu merealisasikan swasembada pangan. Hal ini tampak dari politik pertanian yang akan dijalankan Khilafah, diantara:
Pertama, kebijakan di sektor hulu yaitu meningkatkan produksi pertanian melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.
Intensifikasi dilakukan dengan sarana pertanian yang lebih baik, petani diberi berbagai bantuan baik modal, teknik budidaya, research, benih, teknologi, obat-obatan, pemasaran dan sebagainya. Negara juga akan membangun infrastruktur sehingga arus distribusi lancar.
Ekstensifikasi pertanian dilakukan dengan meningkatkan luasan lahan pertanian yang diolah. Negara menjamin kepemilikan lahan pertanian yang diperoleh dengan jalan menghidupkan lahan mati dan pemagaran bila petani tidak menggarapnya secara langsung. Membuka lahan baru dengan mengeringkan rawa dan merekayasanya menjadi lahan pertanian seperti pernah dilakukan Umar bin Khatab di Irak. Negara memberi tanah pertaniannya kepada siapa saja yang mampu mengolahnya. Negara juga mencegah alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian.
Kedua, kebijakan di sektor industri pertanian.
Negara hanya mendorong sektor riil saja, sedang sektor non riil seperti pasar modal dan bank riba dilarang beroperasi. Dengan begitu para investor dengan terpaksa atau sukarela berinvestasi pada sektor riil baik pertanian, industri maupun perdagangan.
Stabilnya harga di pasaran juga tetap dijaga dengan menghilangkan distorsi pasar seperti penimbunan barang, intervensi harga dan sebagainya. Negara melalui lembaga pengendali seperti Bulog juga menjaga keseimbangan supply dan demand. Apabila pasokan satu daerah tidak mencukupi maka diijinkan untuk impor dari wilayah lain.
Demikian sekilas bagaimana syariat Islam mengatasi masalah pangan. Tentu masih banyak hukum syariat lainnya yang bila diterapkan secara kafah niscaya kestabilan harga, ketersediaan komoditas, swasembada dan pertumbuhan ekonomi dapat diwujudkan.
Waallahua'lam bishshawab.
Seperti diungkap Presiden Joko Widodo bahwasanya Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada. Terlebih jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah dan mereka membutuhkan beras. (cnbc Indonesia, 02/01/2023).
Untuk mengisi cadangan beras nasional pemerintah berencana menambah kuota impor sebanyak 1,5 juta ton beras, setelah impor 2 juta ton beras pada awal tahun 2023. Jika terealisasi maka total impor beras tembus 3,5 juta ton atau tertinggi dalam 2 dekade terakhir.
Menurut ketua umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), Sutarto Alimoeso kondisi penurunan pasokan beras yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir membuat ketersediaan stok beras menurun. Hal ini pula yang menyebabkan melonjaknya harga beras di pasar.
Sangat disayangkan, Indonesia yang dikenal sebagai negeri subur produksi berasnya tak mampu untuk memenuhi kebutuhan penduduknya. Bahkan ide swasembada beras era Soeharto "dicuri" India. Dan kini India menjadi negara pengekspor beras terkemuka di dunia, menyumbang lebih dari 40% perdagangan global serta menjadi produsen terbesar kedua setelah China.
Rahasia sukses pengelolaan lahan pertanian di India karena menggunakan koperasi bukan konglomerasi. Pupuknya dibuat oleh koperasi tidak memakai pupuk dari pabrik, sedang penelitiannya dilakukan oleh pemerintah. "Sedikit saja pupuk pil ditambah air bisa digunakan untuk 2 hektare lahan pertanian." ujar Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI. (cnbc Indonesia, 30/09/2023).
Agar swasembada tercapai petani tak bisa dibiarkan berjalan sendiri dalam mengelola lahan pertanian. Butuh peran negara untuk membantu mengembangkannya. Seperti mulai mengupayakan alat pertanian yang lebih modern, menyediakan bibit unggul, obat pembasmi hama, subsidi pupuk, dan sebagainya.
Pemerintah juga perlu melakukan pendampingan, misalnya dengan menempatkan tenaga ahlinya terjun ke lapangan melakukan kegiatan penyuluhan. Yang tak kalah penting adalah membentuk institusi yang mendukung pertanian. Tak hanya melayani kebutuhan pokok petani tetapi juga siap menampung hasil panen dengan harga bersaing.
Negeri subur ternyata tidak selamanya makmur. Kebijakan pertanian yang amburadul terbukti telah membuat Indonesia sebagai negara agraris terus menerus dihantui krisis kelangkaan pangan. Salah urus di sektor pangan ini tampak dari rendahnya pasokan dalam negeri dan ketidakmampuan pemerintah menjaga kestabilan harga. Permainan kartel benar-benar telah membuat harga membumbung tinggi.
Islam dengan serangkaian hukumnya mempunyai strategi jitu merealisasikan swasembada pangan. Hal ini tampak dari politik pertanian yang akan dijalankan Khilafah, diantara:
Pertama, kebijakan di sektor hulu yaitu meningkatkan produksi pertanian melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.
Intensifikasi dilakukan dengan sarana pertanian yang lebih baik, petani diberi berbagai bantuan baik modal, teknik budidaya, research, benih, teknologi, obat-obatan, pemasaran dan sebagainya. Negara juga akan membangun infrastruktur sehingga arus distribusi lancar.
Ekstensifikasi pertanian dilakukan dengan meningkatkan luasan lahan pertanian yang diolah. Negara menjamin kepemilikan lahan pertanian yang diperoleh dengan jalan menghidupkan lahan mati dan pemagaran bila petani tidak menggarapnya secara langsung. Membuka lahan baru dengan mengeringkan rawa dan merekayasanya menjadi lahan pertanian seperti pernah dilakukan Umar bin Khatab di Irak. Negara memberi tanah pertaniannya kepada siapa saja yang mampu mengolahnya. Negara juga mencegah alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian.
Kedua, kebijakan di sektor industri pertanian.
Negara hanya mendorong sektor riil saja, sedang sektor non riil seperti pasar modal dan bank riba dilarang beroperasi. Dengan begitu para investor dengan terpaksa atau sukarela berinvestasi pada sektor riil baik pertanian, industri maupun perdagangan.
Stabilnya harga di pasaran juga tetap dijaga dengan menghilangkan distorsi pasar seperti penimbunan barang, intervensi harga dan sebagainya. Negara melalui lembaga pengendali seperti Bulog juga menjaga keseimbangan supply dan demand. Apabila pasokan satu daerah tidak mencukupi maka diijinkan untuk impor dari wilayah lain.
Demikian sekilas bagaimana syariat Islam mengatasi masalah pangan. Tentu masih banyak hukum syariat lainnya yang bila diterapkan secara kafah niscaya kestabilan harga, ketersediaan komoditas, swasembada dan pertumbuhan ekonomi dapat diwujudkan.
Waallahua'lam bishshawab.
Post a Comment