Oleh : Ummu Aidan
M.antaranews.com melansir berita terkini, Kota Gaza (ANTARA) - Sedikitnya 104 warga Palestina dilaporkan terbunuh dan 760 lainnya cedera ketika tentara Israel menembaki kerumunan warga yang sedang menunggu bantuan kemanusiaan di Kota Gaza bagian selatan, Kamis (29/02/2024). Luar biasa kebiadaban Zionis yang tidak henti-hentinya melakukan teror dan "menghisap" darah warga Palestina dalam situasi dan kondisi terlemah sekalipun. Peristiwa ini menambah daftar panjang jumlah korban genosida sejak 7 Oktober lalu.
Agresi militer Israel ke Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan 30.035 warga Palestina dan mencederai lebih dari 70.000 orang lainnya. Israel juga melakukan blokade total terhadap Jalur Gaza sehingga menyebabkan warga khususnya yang bertahan di Gaza utara, terancam mengalami kondisi kelaparan terlebih dengan dibatasinya jumlah bantuan yang masuk. PBB sendiri mengatakan bahwa aksi Israel itu menyebabkan 85 persen penduduk Gaza terusir dari tempat tinggalnya, 60 persen infrastruktur Gaza rusak dan hancur, juga menyebabkan kelangkaan makanan, air bersih, serta kelangkaan obat-obatan yang parah.
Sementara itu, Israel terus saja bersikukuh bahwa alasannya melakukan agresi hanyalah upaya membela diri atas serangan yang dilakukan oleh Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu. Mereka mengklaim Hamaslah yang memulai serangan terlebih dahulu dengan membunuh dan menculik warga sipil Israel. Padahal fakta yang sesungguhnya adalah Hamas justru memberikan serangan balasan atas kezaliman yang bertumpuk-tumpuk selama 75 tahun bahkan lebih. Sejak berdirinya negara Israel, 14 Mei 1948, pembantaian demi pembantaian terhadap warga Palestina terus dilakukan.
Harus diingat bahwa awal dari kedzaliman yang menimpa warga Palestina adalah keserakahan orang-orang Yahudi dan nafsu Amerika, Inggris yang ingin mengendalikan dunia. Saat Palestina masih dalam wilayah kekuasaan Khilafah Utsmani, bumi Palestina dalam keamanan dan kesejahteraan. Malapetaka terjadi pasca meletusnya perang dunia pertama tahun 1914-1916. Siasat politik dimainkan sehingga khilafah turki Utsmani yang memiliki netralitas masuk dalam barisan blok sentral yang mengalami kekalahan perang. Inggris dan Perancis yang berada di barisan blok sekutu membuat perjanjian yang menjadi awal dipecahnya negeri-negeri muslim (sykes-picot agreement) hingga tersekat-sekat menjadi negeri-negeri kecil dan tidak memiliki kekuatan seperti sekarang ini. Palestina resmi menjadi daerah mandat prokrektorat Inggris, kemudian perdana menteri Inggris, David Lloyd George mengabulkan permintaan Theodore Herzl yang menginginkan tanah Palestina dengan mengeluarkan deklarasi Balfour disusul dengan mengeluarkan Mandate For Palestine yang dibuat oleh Liga Bangsa-Bangsa. Sejak saat itulah mulai berdatangan orang-orang Yahudi dari berbagai penjuru menuju tanah Palestina dan konflik pun tak bisa dihindari.
Kemudian setelah pecah perang dunia kedua, dengan Amerika serikat sebagai pemenang, mengubah Liga Bangsa-Bangsa menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan pada tahun 1947 membagi tanah Palestina menjadi two state solution 45-55. Tahun 1948 Amerika merestui berdirinya negara Israel. Sejak saat itulah status negara Palestina menjadi state less sebab yang diakui PBB hanya negara Israel. Inilah yang menjadi alasan kenapa dunia diam saja, PBB diam saja menyaksikan penindasan warga Palestina oleh zionis? Sebab state less.
Sementara itu santer terdengar bahwa solusi untuk mengatasi konflik di Palestina adalah dengan menumbuhkan kesadaran moderasi beragama. Konflik di sana tidak boleh hanya dianggap masalah agama, tetapi justru masalah terbesarnya adalah masalah kemanusiaan. Menghormati Piagam PBB dapat menyelesaikan konflik Israel-Palestina, yang artinya kembalikan saja pada solusi two state. Jika Israel patuh pada hukum Internasional maka masalah Palestina bisa diselesaikan. Kurang lebih itulah solusi yang didengungkan oleh para aktifis Islam moderat.
Genosida yang berlangsung hampir lima bulan ini seharusnya membuat siapapun semakin tersadarkan bahwa hukum internasional itu mandul, Hak Asasi Manusia (HAM) yang selama ini digembar-gemborkan oleh Barat hanyalah omong kosong. Dan paham nasionalisme yang hari ini dituhankan oleh pemimpin-pemimpin di negeri-negeri muslim nyatanya dianggap sampah oleh Amerika, Inggris, dan sekutu-sekutu zionis. Mereka justru saling bahu membahu membela zionis dan tidak menghiraukan sekat nasionalisme. Sementara pemimpin muslim? Kondisinya menyedihkan. Mereka justru menghinakan diri dengan sikap diamnya terhadap kedzaliman yang dilakukan zionis. Mereka semua lumpuh hanya bisa melakukan pertemuan-pertemuan, kecaman-kecaman yang tidak memberikan efek apapun untuk zionis. Bahkan Mesir dengan patuhnya menunggu persetujuan dari Israel meski sekadar untuk membuka dan menutup gerbang perbatasan Rafah. Begitupun dengan aksi solidaritas milyaran manusia dari berbagai penjuru dunia yang menolak genosida dan mendukung kemerdekaan untuk Palestina hanya dianggap angin lalu oleh zionis. Sementara pihak zionis semakin membusungkan dada karena mereka terus menerus mendapatkan support penuh dari Amerika dan Inggris serta negara-negara sekutu lainnya. Masihkah berharap pada hukum internasional? Pada PBB?
Hampir lima bulan dunia menyaksikan kebiadaban yang melampaui batas, nyawa manusia sama sekali tidak ada harganya, mereka dibunuh dengan cara-cara paling sadis, diblokade dari berbagai arah, dibiarkan kelaparan, makan rumput dan pakan ternak, dibiarkan kehausan, krisis air bersih. Namun dunia hanya bisa menonton. Di saat sekutu zionis bahu membahu mengerahkan bala bantuan, makanan, dana, militer, senjata dan sebagainya. Pemimpin-pemimpin di negeri muslim diam terbelenggu oleh aturan-aturan hukum internasional yang melarang banyak hal. Sekulerisme dan nasionalisme telah berhasil menawan mereka. Ditambah penyakit wahn akut telah menjangkiti mereka. Sehingga mereka tidak bisa diharapkan untuk bisa menyelesaikan konflik di Palestina.
Selama paham sekularisme dan nasionalisme masih diemban oleh pemimpin-pemimpin muslim selama itu pula Palestina akan tetap terjajah dan digenosida. Maka yang harus dilakukan oleh semua elemen kaum muslim adalah dengan mengubah pemahaman di dalam diri terlebih dahulu, membuang pemahaman sekulerisme dan nasionalisme dan diganti dengan pemahaman Islam. Kemudian menyebarkan pemahaman Islam yang lurus tadi dengan cara-cara yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam hingga pemahaman yang lurus tadi sampai pada pemimpin-pemimpin yang memiliki kekuatan hingga menggerakkan mereka untuk mewujudkan persatuan seluruh kaum muslim. Barulah mengangkat senjata degan jihad. Jihad belum bisa dilakukan jika Khilafah belum tegak. Sebab yang berhak memberi komando untuk berjihad hanyalah seorang Kholifah. InsyaAllah khilafah akan menjadi lawan sepadan yang bisa menghadapi negara adidaya seperti Amerika dan Inggris. Jika Amerika bisa dilumpuhkan apa lagi Israel. Wallahu alam
Agresi militer Israel ke Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan 30.035 warga Palestina dan mencederai lebih dari 70.000 orang lainnya. Israel juga melakukan blokade total terhadap Jalur Gaza sehingga menyebabkan warga khususnya yang bertahan di Gaza utara, terancam mengalami kondisi kelaparan terlebih dengan dibatasinya jumlah bantuan yang masuk. PBB sendiri mengatakan bahwa aksi Israel itu menyebabkan 85 persen penduduk Gaza terusir dari tempat tinggalnya, 60 persen infrastruktur Gaza rusak dan hancur, juga menyebabkan kelangkaan makanan, air bersih, serta kelangkaan obat-obatan yang parah.
Sementara itu, Israel terus saja bersikukuh bahwa alasannya melakukan agresi hanyalah upaya membela diri atas serangan yang dilakukan oleh Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu. Mereka mengklaim Hamaslah yang memulai serangan terlebih dahulu dengan membunuh dan menculik warga sipil Israel. Padahal fakta yang sesungguhnya adalah Hamas justru memberikan serangan balasan atas kezaliman yang bertumpuk-tumpuk selama 75 tahun bahkan lebih. Sejak berdirinya negara Israel, 14 Mei 1948, pembantaian demi pembantaian terhadap warga Palestina terus dilakukan.
Harus diingat bahwa awal dari kedzaliman yang menimpa warga Palestina adalah keserakahan orang-orang Yahudi dan nafsu Amerika, Inggris yang ingin mengendalikan dunia. Saat Palestina masih dalam wilayah kekuasaan Khilafah Utsmani, bumi Palestina dalam keamanan dan kesejahteraan. Malapetaka terjadi pasca meletusnya perang dunia pertama tahun 1914-1916. Siasat politik dimainkan sehingga khilafah turki Utsmani yang memiliki netralitas masuk dalam barisan blok sentral yang mengalami kekalahan perang. Inggris dan Perancis yang berada di barisan blok sekutu membuat perjanjian yang menjadi awal dipecahnya negeri-negeri muslim (sykes-picot agreement) hingga tersekat-sekat menjadi negeri-negeri kecil dan tidak memiliki kekuatan seperti sekarang ini. Palestina resmi menjadi daerah mandat prokrektorat Inggris, kemudian perdana menteri Inggris, David Lloyd George mengabulkan permintaan Theodore Herzl yang menginginkan tanah Palestina dengan mengeluarkan deklarasi Balfour disusul dengan mengeluarkan Mandate For Palestine yang dibuat oleh Liga Bangsa-Bangsa. Sejak saat itulah mulai berdatangan orang-orang Yahudi dari berbagai penjuru menuju tanah Palestina dan konflik pun tak bisa dihindari.
Kemudian setelah pecah perang dunia kedua, dengan Amerika serikat sebagai pemenang, mengubah Liga Bangsa-Bangsa menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan pada tahun 1947 membagi tanah Palestina menjadi two state solution 45-55. Tahun 1948 Amerika merestui berdirinya negara Israel. Sejak saat itulah status negara Palestina menjadi state less sebab yang diakui PBB hanya negara Israel. Inilah yang menjadi alasan kenapa dunia diam saja, PBB diam saja menyaksikan penindasan warga Palestina oleh zionis? Sebab state less.
Sementara itu santer terdengar bahwa solusi untuk mengatasi konflik di Palestina adalah dengan menumbuhkan kesadaran moderasi beragama. Konflik di sana tidak boleh hanya dianggap masalah agama, tetapi justru masalah terbesarnya adalah masalah kemanusiaan. Menghormati Piagam PBB dapat menyelesaikan konflik Israel-Palestina, yang artinya kembalikan saja pada solusi two state. Jika Israel patuh pada hukum Internasional maka masalah Palestina bisa diselesaikan. Kurang lebih itulah solusi yang didengungkan oleh para aktifis Islam moderat.
Genosida yang berlangsung hampir lima bulan ini seharusnya membuat siapapun semakin tersadarkan bahwa hukum internasional itu mandul, Hak Asasi Manusia (HAM) yang selama ini digembar-gemborkan oleh Barat hanyalah omong kosong. Dan paham nasionalisme yang hari ini dituhankan oleh pemimpin-pemimpin di negeri-negeri muslim nyatanya dianggap sampah oleh Amerika, Inggris, dan sekutu-sekutu zionis. Mereka justru saling bahu membahu membela zionis dan tidak menghiraukan sekat nasionalisme. Sementara pemimpin muslim? Kondisinya menyedihkan. Mereka justru menghinakan diri dengan sikap diamnya terhadap kedzaliman yang dilakukan zionis. Mereka semua lumpuh hanya bisa melakukan pertemuan-pertemuan, kecaman-kecaman yang tidak memberikan efek apapun untuk zionis. Bahkan Mesir dengan patuhnya menunggu persetujuan dari Israel meski sekadar untuk membuka dan menutup gerbang perbatasan Rafah. Begitupun dengan aksi solidaritas milyaran manusia dari berbagai penjuru dunia yang menolak genosida dan mendukung kemerdekaan untuk Palestina hanya dianggap angin lalu oleh zionis. Sementara pihak zionis semakin membusungkan dada karena mereka terus menerus mendapatkan support penuh dari Amerika dan Inggris serta negara-negara sekutu lainnya. Masihkah berharap pada hukum internasional? Pada PBB?
Hampir lima bulan dunia menyaksikan kebiadaban yang melampaui batas, nyawa manusia sama sekali tidak ada harganya, mereka dibunuh dengan cara-cara paling sadis, diblokade dari berbagai arah, dibiarkan kelaparan, makan rumput dan pakan ternak, dibiarkan kehausan, krisis air bersih. Namun dunia hanya bisa menonton. Di saat sekutu zionis bahu membahu mengerahkan bala bantuan, makanan, dana, militer, senjata dan sebagainya. Pemimpin-pemimpin di negeri muslim diam terbelenggu oleh aturan-aturan hukum internasional yang melarang banyak hal. Sekulerisme dan nasionalisme telah berhasil menawan mereka. Ditambah penyakit wahn akut telah menjangkiti mereka. Sehingga mereka tidak bisa diharapkan untuk bisa menyelesaikan konflik di Palestina.
Selama paham sekularisme dan nasionalisme masih diemban oleh pemimpin-pemimpin muslim selama itu pula Palestina akan tetap terjajah dan digenosida. Maka yang harus dilakukan oleh semua elemen kaum muslim adalah dengan mengubah pemahaman di dalam diri terlebih dahulu, membuang pemahaman sekulerisme dan nasionalisme dan diganti dengan pemahaman Islam. Kemudian menyebarkan pemahaman Islam yang lurus tadi dengan cara-cara yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam hingga pemahaman yang lurus tadi sampai pada pemimpin-pemimpin yang memiliki kekuatan hingga menggerakkan mereka untuk mewujudkan persatuan seluruh kaum muslim. Barulah mengangkat senjata degan jihad. Jihad belum bisa dilakukan jika Khilafah belum tegak. Sebab yang berhak memberi komando untuk berjihad hanyalah seorang Kholifah. InsyaAllah khilafah akan menjadi lawan sepadan yang bisa menghadapi negara adidaya seperti Amerika dan Inggris. Jika Amerika bisa dilumpuhkan apa lagi Israel. Wallahu alam
Post a Comment